Tugas
Perekonomian Indonesia
Kilas Balik Krisis Ekonomi 1997 dan 1998
Nama : Marta Megasari
Npm
: 26214428
Kelompok
: 7
Kelas
: 1EB28
Daftar Isi
Daftar Isi............................................................................................................................2
BAB 1 PENDAHULUAN.................................................................................................3
A. Latar
Belakang.................................................................................................3
B. Rumusan
Masalah............................................................................................4
C. Tujuan
dan Manfaat.........................................................................................5
D. Kegunaan
Makalah..........................................................................................5
BAB 2 PEMBAHASAN...................................................................................................6
A. Tinjauan
Pustaka..............................................................................................6
1. Definis
Ilmu Ekonomi...............................................................................6
2. Definisi
Krisis Moneter.............................................................................6
3. Definisi
Inflasi...........................................................................................7
4. Definisi
Reformasi.....................................................................................7
B. Pembahasan.....................................................................................................8
1. Latar
Belakang Terjadinya Krisis Moneter di Indonesia...........................8
2. Penyebab
Krisis
Ekonomi.......................................................................16
3. Dampak
Krisis Terhadap Perekonomian Indonesia................................19
4. Kebijakan
(Rencana & Program Pemulihan Ekonomi)...........................20
5. Peranan
B.J Habibie di Indonesia Pasca Krisis Moneter.........................22
BAB 3 KESIMPULAN DAN
SARAN...........................................................................27
A.
Kesimpulan..........................................................................................................27
B.
Saran....................................................................................................................29
DAFTAR
PUSTAKA......................................................................................................30
Bab 1
Pendahuluan
A.
Latar Belakang Masalah
Krisis
ekonomi atau yang sering disebut dengan nama krisis moneter merupakan suatu
peristiwa atau kondisi menurunya ekonomi suatu negara yang disebabkan oleh
hancurnya suatu sistem pemerintahan yang berdampak besar terhadap suatu negara.
Semua Negara pasti pernah mengalami yang
namanya krisis dalam perekonomian negaranya. Karena krisis merupakan kejadian
yang simultan dan memiliki efek yang akan menyebar keberbagai Negara. Banyak
yang menyebutkan bahwa Krisis moneter merupakan hasil dari ekonomi kapitalis
yang sepenuhnya bergantung pada sistem
pasar yang ada. Akibatnya pasar tidak terkendali dan mengakibatkan terjadinya
krisis. Krisis ekonomi dunia pernah terjadi pada tahun 1930 silam atau yang
lebih dikenal dengan The Great Depression
yang saat itu ekonomi masih dikuasai kapitalis dimana semua kegiatan
perekonomian diserahkan langsung kepada mekanisme pasar. Kemudian setelah
kejadian tahun 1930 tersebut ekonomi berusaha diperbaiki dengan tidak
sepenuhnya memakai sistem kapitalis murni dalam perekonomian suatu Negara.
Sebagian besar negara-negara di dunia pernah
mengalami krisis ekonomi, bahkan AS juga
pernah mengalaminya. Indonesia pun tidak dapat mengelak dari permasalah tersebut, dimana Indonesia dilanda
oleh suatu krisis ekonomi yang diawali dari krisis nilai tukar rupiah terhadap
dollar AS pada pertengahan tahun 1997. Kecenderungan melemahnya rupiah semakin
menjadi ketika terjadi penembakan
mahasiswa Trisakti pada tanggal 12 Mei 1998 dan aksi penjarahan pada tanggal 14 Mei 1998.
Sejak
berdirirnya orde baru tahun 1966-1998, terjadi krisis rupiah pada pertengahan tahun 1997 yang berkembang
menjadi suatu krisis ekonomi yang besar.
Krisis pada tahun ini jauh lebih parah dan kompleks dibandingkan dengan
krisis-krisis sebelumnya yang pernah dialami oleh Indonesia. Hal ini terbukti
dengan mundurnya Soeharto sebagai presiden, kerusuhan Mei 1998, hancurnya
sektor perbankan dan indikator-indikator lainnya, baik ekonomi, sosial,
maupun politik. Faktor-faktor yang
diduga menjadi penyebab suatu krisis moneter yang berubah menjadi krisis ekonomi yang besar,
yakni terjadinya depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS lebih dari
200% dan berlangsung dalam jangka waktu yang panjang.
Akibat
krisis moneter yang melanda Indonesia, akhirnya Presiden Soeharto dipaksa
mundur dari jabatannya pada tahun 1998, yang kemudian digantikan posisinya oleh
Presiden B.J Habibie yang pada saat itu menjabat sebagai Wakil Presiden
Indonesia. Walaupun tidak banyak yang dapat beliau lakukan dengan masa
kepemerintahan yang hanya selama satu tahun, namun melalui kepemerintahannya,
Indonesia sedikit demi sedikit mengalami perbaikan dari segala aspek, baik itu
politik, ekonomi dan sistem pemerintahan. Sehingga masa ini di kenal sebagai
Era Reformasi.
Oleh
karena itu, dalam makalah ini akan diuraikan mengenai penyebab-penyebab terjadinya
krisis ekonomi Indonesia, dampak yang ditimbulkannya bagi perekonmian domestik,
serta kebijakan atau upaya penanggulangannya.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang masalah diatas, dapat diuraikan bebapa rumusan diantaranya:
1. Bagaimana latar
belakang terjadinya krisis moneter di Indonesia?
2. Apa saja penyebab
terjadinya krisis ekonomi tersebut?
3. Bagaimana dampak
krisis terhadap perekonomian Indonesia?
4. Bagaimana tindakan
atau kebijakan yang diambil untuk mengatasi krisis tersebut?
5. Bagaimana peranan
B.J Habibie terhadap perbaikan perekonomian di Indonesia pasca krisis moneter ?
C.
Tujuan dan Manfaat
- Mengetahui terjadinya
krisis ekonomi (1997-1998)
- Mengetahui penyebab
terjadinya krisis ekonomi
- Mengetahui dampak
krisis terhadap perekonomian Indonesia
- Mengetahui kebijakan
untuk mengatasi krisis ekonomi tersebut
- Mengetahui peranan
B.J Habibie terhadap perbaikan perekonomian di Indonesia pasca krisis moneter
D.
Kegunaan Makalah
Berdasarkan tujuan makalah di atas,
maka penulis menyusun kegunaan makalah sebagai berikut :
1. Penulis, sebagai wahana penambah
pengetahuan untuk mengetahui tentang latar belakang terjadinya krisis moneter.
2. Pembaca, sebagai media informasi untuk
mengetahui tentang seluk-beluk perekonomian di Indonesia pada saat krisis
moneter hingga era reformasi.
Bab 2
Pembahasan
A. Tinjauan Pustaka
1. Definisi Ilmu Ekonomi
Ilmu ekonomi adalah
ilmu sosial yang mempelajari individu-individu dan organisasi yang terlibat
dalam produksi, distribusi dan konsumsi barang dan jasa. Tujuan ilmu ekonomi
ini adalah untuk meramalkan berbagai peristiwa ekonomi dan untuk membuat
berbagai kebijakan yang akan mencegah atau mengoreksi berbagai masalah seperti
pengangguran, inflasi, atau pemborosan dalam perekonomian.
Ilmu ekonomi terbagi menjadi ilmu
makro ekonomi dan ilmu mikro ekonomi. Ekonomi mikro adalah cabang ilmu ekonomi
yang mempelajari perilaku dari unit-unit ekonomi individual, seperti rumah
tangga, perusahaan, dan struktur industri. Sementara ekonomi makro adalah
cabang ilmu ekonomi yang memperlajari persoalan ekonomi secara keseluruhan atau
nasional, seperti pertumbuhan, deflasi, inflasi, pengangguran atau kesempatan
kerja.
2. Definisi Krisis Moneter
Krisis moneter adalah
krisis yang berhubungan dengan keuangan atau perekonomian suatu negara,
ditandai dengan anjloknya perekonomian suatu negara yang disebabkan oleh
hancurnya sistem pemerintahan.
3. Definisi Inflasi
Salah satu peristiwa
moneter yang sangat penting dan yang dijumpai di hampir semua negara di dunia
adalah inflasi. Definisi singkat dari inflasi adalah kecenderungan dari
harga-harga untuk naik secara umum dan terus-menerus. Kenaikan harga dari satu
atau dua barang saja tidak dapat dikatakan inflasi. Kecuali, apabila kenaikan
tersebut meluas kepada (atau mengakibatkan kenaikan) sebagian besar dari harga
barang-barang lain. Kenaikan harga karena, misalnya musiman, menjelang
hari-hari besar, atau yang terjadi sekali saja (dan tidak mempunyai pengaruh
lanjutan) tidak disebut inflasi. Kenaikan harga semacam ini tidak dapat
dikatakan masalah atau penyakit ekonomi dan tidak memerlukan kebijaksanaan
khusus untuk menanggulanginya.
Ada berbagai cara untuk menggolongkan
inflasi, pergolongan pertama didasarkan atas parah atau tidaknya inflasi
tersebut. Adapun macam-macam inflasi :
a. Inflasi ringan (di bawah 10% setahun)
b. Inflasi sedang (antara 10-30% setahun)
c. Inflasi berat (antara 30-100% setahun)
d. Hiperinflasi (diatas 100% setahun)
4.
Definisi Reformasi
a. Dalam kamus besar bahasa Indonesia karya Drs. Adam Normiet SAE, mereka
mendefinisikan bahwa reformasi adalah suatu sikap untuk melakukan perubahan
radikal dalam rangka untuk melakukan perbaikan dalam kehidupan masyarakat,
maupun bangsa-negara.
b. Reformasi yaitu susunan tatanan
prikehidupan yang lama diganti dengan prikehidupan yang baru secara hukum untuk
menuju perbaikan yang lebih baik. (Mahir Ilmu Sejarah Praktis dan Lengkap, hlm.
176)
Melihat kondisi politik
dan ekonomi Indonesia yang begitu parahnya dan tidak terkendali, maka
menjadikan rakyat Indonesia semakin kritis dan berani untuk mengkritik
pemerintah. Keberanian tersebut yaitu dengan berpendapat bahwa Indonesia di
bawah pemimpin Orde Baru tidak berhasil untuk menciptakan negara yang makmur,
adil dan sejahtera berdasarkan pancasila dan UUD 1945.
Atas berbagai kesadaran
tersebutlah maka secara bersama-sama dengan dipelopori oleh para mahasiswa dan
para cendikiawan melakukan aksi besar-besaran yang dikenal dengan gerakan
reformasi. Tujuan dari gerakan reformasi ini tak lain adalah untuk melakukan
perubahan dan memperbaharui tatanan kehidupan maasyarakat berbangsa dan
bernegara agar sesuai dengan nilai yang terkandung dalam pancasila dan UUD 1945
baik dalam ekonomi, politik, hukum dan budaya.
B.
Pembahasan
1. Latar Belakang Terjadinya
Krisis Moneter di Indonesia
Krisis pertama yang dialami Indonesia pada Orde Baru
adalah kondisi ekonomi yang sangat parah warisan Orde Lama. Selama periode
1962-1966 telah membawa Indonesia dalam kesulitan ekonomi yang sangat berat.
Inflasi mencapai 650%. Korupsi merajalela. Barang pokok sehari-hari mengalami
kelangkaan dimana-mana. Kondisi buruk tersebut diperparah dengan krisis politik
yang akhirnya memuncak pada Tragedi Nasional dengan korban jiwa banyak orang
pada tanggal 30 September 1965.
Melalui usaha keras disertai bantuan negara-negara donor,
Indonesia akhirnya berhasil bangkit kembali. Selama tiga dasawarsa berikutnya,
Indonesia menikmati pertumbuhan ekonomi yang mengesankan, bahkan disebut
sebagai negara Asia berkinerja tinggi oleh bank dunia. Namun dibalik itu semua,
salah satu ciri dari perekonomian Indonesia adalah “Lebih Besar Pasak Daripada
Tiang”. Julukan tersebut menggambarkan bahwa bangsa Indonesia terlalu boros,
sehingga pengeluaran atau pembelajaan negara lebih besar daripada pendapatan,
dan lebih banyak membeli dari luar negeri daripada menjual barang keluar negri.
Hal ini mengakibatkan ketergantungan dana pada luar negri semakin melambung.
Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi selama ini, yang
selalu dijadikan suatu alasan oleh pemerintah untuk mengatakan bahwa
fundamental ekonomi Indonesia sangat kokoh, membuat banyak perusahaan swasta
yang juga meminjam uang keluar negri yang tidak dilandasi oleh kelayakan
ekonomi. Suku bunga diluar negri yang
lebih murah, serta kepercayaan bahwa pemerintah akan menjaga stabilitas kurs
rupiah, menyebabkan utang luar negri menjadi sumber dana yang menarik, murah,
dan tak banyak mengandung resiko kurs. Ketika perusahaan swasta beramai-ramai
mencari pinjaman luar negri, pada saat yang sama bank-bank luar negri berlomba
mencari bisnis di Indonesia. Sebab bagi mereka, Indonesia memiliki pertumbuhan
ekonomi yang tinggi serta merupakan lahan bisnis yang tak bisa dilewatkan
begitu saja. Dan bank-bank ini tak melihat beberapa kelemahan dan resiko yang
memang tersembunyikan oleh tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
Sehingga memasuki dasawarsa 1990-an, pemerintah Orde Baru
mulai menampakan kekurangan-kekurangannya yang mendapat kritik tajam, karena
pemerintah yang terlalu sentralis, serta munculnya korupsi, kolusi dan
nepotisme secara signifikan. Tetapi, semua kritik tersebut tidak mendapat
perhatian yang serius dari pemerintahan saat itu. Sementara dalam pembangunan
perekonomian di Indonesia, tampak pertumbuhan yang sangat pesat. Bahkan dalam
laporan tahunan tahun 1997, bank dunia masih meramalkan pertumbuhan ekonomi
Indonesia pada tingkat rata-rata 7,8 persen.
Pada pertengahan 1997, kawasan Asia terkena krisis
finansial, dipicu dengan menurunnya mata uang Thailand baht terhadap dollar AS
pada 2 Juli 1997, dari 24,7 baht menjadi 29,1 baht per dollar AS. Pada saat itu
IMF (International Monetary Fund) sudah memberikan paket pinjaman pada Thailand
sebesar US$17.2 milyar. Tapi krisis keuangan terus berlanjut. Sebanyak 56 dari
58 investment house Thailand ditutup pada tanggal 8 Desember 1997.
Krisis penurunan nilai mata uang baht diikuti
negara-negara Asia Tenggara dan Asia Timur lainnya, seperti Filiphina,
Malaysia, Indonesia, dan Korea Selatan. Negara-negara ini di perkirakan
memiliki struktur perekonomian tidak jauh berbeda dengan Thailand. Krisis
memicu pelarian modal asing dari negara-negara tersebut, membuat sistem
perbankan di negara-negara tersebut ambruk satu demi satu. Ketika krisis
melanda Thailand, nilai baht terhadap dollar anjlok dan menyebabkan nilai
dollar menguat. Penguatan nilai tukar dollar berimbas ke rupiah.
Di Indonesia, tanda-tanda adanya krisis terjadi pada
minggu kedua Juli 1997, ketika kurs rupiah merosot dari Rp. 2.432 per dollar AS
menjadi sekitar Rp. 3.000 per dollar AS. Sejak saat itu, posisi mata uang
Indonesia mulai tidak stabil. Padahal pada saat itu hutang luar negri Indonesia,
baik swasta maupun pemerintah sudah sangat besar. Tatanan perbankan nasional
kacau dan cadangan devisa semakin menipis. Bank Indonesia berusaha membuat
sejumlah kebijakan dengan melebarkan rentang kendali rupiah, namun krisis
moneter yang diikuti dengan semakin menipisnya tingkat kepercayaan, membuat
nilai rupiah semakin sulit dikontrol.
Krisis moneter yang terjadi di Indonesia sejak awal Juli
1997, di akhir tahun itu telah berubah menjadi krisis ekonomi. Melemahnya nilai
tukar rupiah terhadap dollar AS, menyebabkan harga-harga naik drastis. Banyak
perusahaan-perusahaan dan pabrik-pabrik yang melakukan PHK secara
besar-besaran. Jumlah pengangguran meningkat dan bahan-bahan sembako semakin
langka. Krisis ini tetap terjadi, meskipun fundamental ekonomi Indonesia dimasa
lalu dipandang cukup kuat dan di sanjung-sanjung oleh bank dunia.
Hingga akhirnya, pada tanggal 8 Oktober 1997 Presiden
Soeharto mengundang IMF untuk membantu krisis yang terjadi di Indonesia. Namun
sayangnya, paket bantuan tersebut tidak banyak membantu, justru sebaliknya
semakin menambah beban hutang untuk rakyat Indonesia.
a) Keterlibatan IMF
Indonesia pertama kali menjadi anggota IMF pada tanggal
15 April 1954, dan pada bulan Mei 1965 Indonesia keluar dari IMF. Kemudian
Indonesia menjadi anggota IMF kembali pada 23 Februari 1967.
Dalam keanggotaannya Indonesia telah menunjuk Gubernur
Bank Indonesia sebagai Governor Of The Fund (Gubernur IMF) untuk Indonesia dan
mentri keuangan sebagai Alternate Governor Of The Fund (Gubernur pengganti IMF)
untuk Indonesia.
Selama menjadi anggota IMF, Indonesia sudah menerima
beberapa fasilitas. Fasilitas pinjaman IMF yang pertama kali dimanfaatkan oleh
Indonesia adalah The Four Credit Tranche. Penarikan credit tranche pertama
dapat dilaksanakan setelah disetujui oleh IMF, yaitu sebesar USD 51,75 juta
dengan jangka waktu pinjaman selama satu tahun. Pinjaman tersebut terus
berlanjut sampai dengan penarikan keempat sebesar USD 50 juta yang disetujui
pada tanggal 14 April 1971. Dengan demikian pada tahun tersebut, total pinjaman
Indonesia terhadap IMF mencapai USD 148,4 juta. Fasilitas tersebut diterima
Indonesia dalam rangka mengatasi krisis sebagai akibat kebangkrutan pada
pemerintah di awal pemerintahan Orde Baru.
Selanjutnya pada 12 Januari 1983 Indonesia kembali
memanfaatkan fasilitas Bufferstock Financing Facility (BFF) untuk membayar
iuran bufferstock timah dan karet dalam rangka menstabilikan harga-harga
komoditas tersebut di pasar dunia. Fasilitas
lainnya yang pernah dimanfaatkan Indonesia adalah Compensatory Financing
Facility (CFF). Fasilitas ini diberikan kepada para anggota yang mengalami
kesulitan neraca pembayaran (bersifat sementara) sebagai akibat berkurangnya
penerimaan ekspor yang disebabkan oleh faktor-faktor diluar kekuasaan
negara-negara yang bersangkutan.
Hingga akhirnya, ketika krisis moneter
melanda Indonesia, Presiden Soeharto kembali mengundang IMF untuk membantu
menanggulangi krisis pada Oktober 1997. Melalui beberapa perundingan akhirnya
IMF memberikan bantuan sebanyak 23 milayar dollar. Langkah pertama yang
dilakukan oleh IMF dalam menanggulangi krisis di beberapa negara Asia adalah
mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap perekonomian negara-negara
tersebut. Untuk itu IMF melakukan hal-hal sebagai berikut:
1) Membantu negara-negara yang paling
parah terkena krisis (Indonesia, Thailand, Korea Selatan) melalui program
stabilisasi dan reformasi ekonomi;
2) Memberikan pinjaman sebesar SDR 26
milyar atau setara dengan USD 35 milyar kepada Indonesia, Thailand, Korea
Selatan dan membantu menggalang pinjaman dari sumber-sumber multilateral dan
bilateral untuk mendukung program reformasi tersebut;
3) Mengintensifkan konsultan dengan
negara-negara anggota IMF lainnya yang terkena dampak krisis yang memerlukan langkah-langkah
penanggulangannya.
Seiring dengan ketiga hal tersebut, IMF melakukan
beberapa upaya segera sebagai berikut :
1) Menerapkan kebijakan moneter dan fiskal
yang ketat untuk menahan depresiasi mata uang lebih lanjut;
2) Memperbaiki kelemahan sistem keuangan,
yang di anggap sebagai penyebab utama terjadinya krisis;
3) Reformasi struktural yang menghambat
pertumbuhan ekonomi (seperti monopoli, hambatan perdagangan dan praktek
perusahaan yang tidak transparan).
Namun dibalik kebijakan-kebijakannya, ternyata paket
bantuan yang diberikan IMF tidak banyak membantu rakyat Indonesia. Justru paket
bantuan IMF itu yang dalam pengguanaannya terjadi banyak penyelewengan malah
semakin menambah beban hutang yang harus ditanggung oleh rakyat Indonesia.
Kebijakan pemerintah menutup 16 bank membuat pelaku usaha semakin hilang arah.
Nilai rupiah semakin terperosok pada level Rp. 5.097 per dollar AS. Pada 8
Januari, rupiah semakin lemah menjadi Rp. 9.800 per dollar AS dan mencapai Rp.
11.050 pada akhir Januari 1998.
a. Faktor Penyebab Krisis
Terdapat beberapa pendapat para ahli mengenai
faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya krisis finansial disuatu negara,
diantaranya:
1. Menurut sekelompok peneliti, yakni
Tambunan (1998), Kaminsky dan Reinhart (1996) dan Krugman (1979), yang
berpendapat bahwa penyebab utama suatu krisis ekonomi adalah karena rapuhnya
fundamental ekonomi domestik dari negara yang bersangkutan, seperti defisit
transaksi berjalan yang besar dan terus menerus dan utang luar negri jangka
pendek yang sudah melewati batas normal.
2. Anwar Nasution (1998) melihat besarnya
defisit neraca berjalan dan utang luar negri ditambah lemahnya sistim perbankan
nasional sebagai akar terjadinya krisis finansial
3. Menurut kelompok peneliti lain, yakni
Eichengreen dan Wyplosz (1993), Martinez Peria (1998), dan Obsfeld (1986)
berpendapat bahwa krisis ekonomi terjadi karena hancurnya sistem penentuan kurs
tetap di negara-negara yang fundamental ekonomi atau pasarnya baik.
4. Lepi T. Tarmidi berpedapat bahwa
penyebab utama dari terjadinya krisis adalah merosotnya nilai tukar mata uang
terhadap dollar AS yang sangat tajam.
Melihat dari beberapa pendapat para ahli tersebut, maka
faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya krisis moneter di Indonesia antara
lain:
1. Stok hutang luar negeri swasta yang
sangat besar dan umunya berjangka pendek, telah menciptakan kondisi bagi
ketidakstabilan di Indonesia. Hal ini diperburuk oleh rasa percaya diri yang
berlebihan bahkan cenderung mengabaikan, dari para menteri bidang ekonomi
maupun masyarakat perbankan sendiri mengahadapi besarnya persyaratan hutang
swasta tersebut. Pemerintah selama ini selalu ekstra hati-hati dalam mengelola
hutang pemerintah (atau hutang publik lainnya), dan senantiasa menjaganya dalam
batas-batas yang dapat tertangani. Akan tetapi untuk hutang yang dibuat oleh
sektor swasta Indonesia, pemerintah sama sekali tidak memiliki mekanisme
pengawasan. Setelah krisis berlangsung, barulah disadari bahwa hutang swasta
tersebut benar-benar menjadi masalah serius. Antara tahun 1992-1997, 85% dari
penambahan hutang luar negeri Indonesia berasal dari pinjaman swasta (bank
dunia, 1998). Hal ini mirip dengan yang terjadi di negara-negara lain di Asia
yang dilanda krisis.
2. Banyaknya kelemahan dalam sistem
perbankan di Indonesia. Dengan kelemahan sistemik perbankan tersebut, masalah
hutang swasta eksternal langsung beralih menjadi masalah perbankan dalam
negeri. Ketika liberalisasi sistem perbankan diberlakukan pada pertengahan
tahun 1980, mekanisme pengendalian dan pengawasan dari pemerintah tidak efektif
dan tidak mampu mengikuti cepatnya pertumbuhan sektor perbankan. Yang lebih
parah, hampir tidak ada penegakan hukum terhadap bank-bank yang melanggar
ketentuan, khususnya dalam kasus peminjaman ke kelompok bisnisnya sendiri,
konsentrasi pinjaman pada pihak tertentu, dan pelanggaran kriteria layak
kredit. Pada waktu yang bersamaan banyak sekali bank yang sesungguhnya tidak
bermodal cukup, namun tetap dibiarkan beroprasi. Semua ini menyebabkan ketika
nilai rupiah mulai terdepresiasi, sistem perbankan tidak mampu menempatkan
dirinya sebagai peredam kerusakan, tetapi menjadi korban langsung akibat neraca
yang tidak sehat.
3. Sejalan dengan semakin tidak jelasnya
perubahan politik, maka isu tentang pemerintahan otomatis berkembang menjadi
persoalan ekonomi pula.
4. Hilangnya kepercayaan dunia maupun
masyarakat Indonesia sendiri terhadap perkembangan ekonomi Indonesia, sehingga
menghambat laju gerak pertumbuhan ekonomi yang menyebabkan Indonesia mengalami
krisis yang berkepanjangan.
b. Berakhirnya Rezim Orde Baru
Krisis moneter telah memberikan pengaruh besar untuk
bangsa Indonesia. Dimulai dengan menurunnya nilai kurs rupiah terhadap dollar
AS. Hal ini semakin membuat masyarakat resah dan takut akan kenyataan-kenyataan
yang menimpa mereka. Ternyata pemerintah bukan saja tidak berhasil memberantas
korupsi, justru sebaliknya malah semakin menyuburkannya. Ini terjadi dalam
pemerintahan pusat dan daerah, dari jabatan tertinggi sampai yang paling bawah.
Kolusi yang menyebarkan monopoli telah melebarkan jurang antara kaya dan
miskin, karena hanya sekelompok orang saja yang menikmati kesempatan dari
fasilitas-fasilitas khusus di bidang ekonomi, sementara sebagian besar rakyat
hidup dibawah garis kemiskinan.
Globalisasi
dan perkembangan masyarakat dunia yang transparan dan sarat informasi,
mendorong berlangsungnya perubahan-perubahan pesat. Hidup didalam polemik
ekonomi yang tak terarah, membuat rakyat memiliki banyak kebebasan, transparan
lebih besar, lebih berani tapi sekaligus juga semakin bingung, lebih pesimistis
tentang masa depan mereka, bahkan lebih abai.
Kecemasan
masyarakat itu akhirnya terefleksikan dalam aksi-aksi unjuk rasa, terutama dimotori
oleh kalangan mahasiswa. Pada mulanya, belum terdengar tuntutan agar Presiden
mengundurkan diri. Namun selanjutnya, semakin tampak dukungan rakyat kepada
pemerintah mulai surut. Akhirnya unjuk rasa bukan lagi menuntut perubahan
politik dan ekonomi, melainkan menuntut perubahan kepemimpinan nasional. Sejak
itu, tuntutan agar Presiden Soeharto mengundurkan diri semakin nyaring.
Kegalauan masyarakat juga terungkap dalam dalam
pemberitaan media massa. Jika media massa sebelumnya dibatasi oleh berbagai
ketentuan dalam pemberitaan, justru menampakan keberanian dan independensinya.
Media massa mulai bebas menurunkan pemberitaan dan opini yang menyuarakan
aspirasi rakyat. Pers nasional tersebut kian mendapat tempat, dengan adanya
kebijakan lunak dari pemerintah, seiring dengan tuntutan reformasi.
Rangkaian
aksi kerusuhan mencapai puncaknya ditandai dengan meletusnya Tragedi Trisakti
pada tanggal 12 Mei 1998. Pada waktu itu, mahasiswa Universitas Trisakti sedang
melancarkan aksi unjuk rasa, namun mereka dihadang oleh aparat keamanan, dan
terjadilah bentrokan yang menewaskan empat orang mahasiswa akibat tembakan
peluru tajam. Tragedi ini menjadi bagian pemicu bagi rangkaian kerusuhan yang
lebih besar pada tanggal 13-15 Mei.
Kerusuhan juga berlangsung di beberapa daerah, telah
menimbulkan korban ratusan jiwa dan harta benda. Aksi-aksi kekerasan massa,
perusakan, pembakaran, penjarahan, hingga tindakan asusila, menimbulkan
kesedihan dan luka yang dalam bagi bangsa Indonesia. Aksi kekerasan itulah
adalah perbuatan diluar dugaan, karena dilakukan sesama rakyat Indonesia yang
sebelumnya terkenal dengan keramahan dan kesantunannya.
Ketika puncak peristiwa kerusuhan ini terjadi, Presiden
Soeharto sedang berada di Kairo Mesir untuk mengadakan pertemuan Konferensi Tingkat
Tinggi (KTT) pada tanggal 13-14 Mei 1998. Melihat semua peristiwa yang
memilukan ini, Wakil Presiden menyampaikan pernyataan keprihatinan pemerintah
yang amat mendalam dan seruan kepada masyarakat
agar menahan diri. Pernyataan dan seruan in dibacalan di istana Wakil
Presiden pukul 23.00 WIB.
Di Jakarta, korban-korban akibat kerusuhan telah
berjatuhan. Pemerintah daerah Tanggerang mencatat lebih dari seratus jenazah
hangus terbakar di sebuah kompleks pertokoan. Pemda Bekasi juga menemukan
puluhan mayat korban kerusuhan. Pusat penerangan ABRI melaporkan jumlah korban
jiwa mencapai 500 orang. Belum lagi kerusuhan yang terjadi di Surakarta Jawa
Tengah dan beberapa daerah lain, diperkirakan korban melebihi jumlah tersebut.
Gubernur DKI Jakarta, Sutiyoso, kepada pers mengumumkan
total kerugian fisik bangunan di taksir mencapai 2,5 triliun rupiah lebih,
belum termasuk isinya. Kerugian akibat kerusuhan ini jauh lebih buruk
dibandingkan dengan kerusuhan Malapetaka 15 Januari 1974 atau dibandingkan
dengan kasus 27 Juli 1996 yang menghancurkan puluhan bangunan dan sejumlah
kendaraan senilai 100 milyar rupiah, belum termasuk korban jiwa.
Tersangka kerusuhan tersebut mencapai sekitar 1.000 orang
yang sempat di tangkap aparatur. Mereka adalah para pelaku kerusuhan dan
penjarahan di Jakarta dan sekitarnya.
Setelah Presiden Soeharto selesai mengikuti
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) di Kairo
Mesir, 13-14 Mei 1998, Presiden Soeharto mengadakan acara silaturahmi dengan
masyarakat Indonesia yang berada di Kairo. Sebagaimana dikutip beberapa media,
Presiden Soeharto mengatakan, bila rakyat tidak lagi memberi kepercayaan
dirinya sebagai Presiden, maka ia siap mundur dan tidak akan mempertahankan
kedudukannya dengan kekuatan senjata. Ia selanjutnya akan mengundurkan diri dan
mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa, dengan keluarga, anak-anak dan
cucu-cucu.
Setelah melewati proses yang panjang, akhirnya pada
tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto menyampaikan pidato pengunduran dirinya
dari jabatan Presiden Republik Indonesia. Sesuai dengan pasal 8 UUD 1945, yang
berbunyi “bila Presiden mangkat, berhenti atau tidak dapat melakukan
kewajibannya dalam masa jabatannya, ia diganti oleh Wakil Presiden sampai habis
waktunya” maka B.J Habibie yang pada saat itu menjabat sebagai Wakil Presiden
secara resmi mengganti jabatan Presiden Soeharto sebagai Presiden Republik
Indonesia yang ke-3. Hal ini menandai berakhirnya Rezim Orde Baru dan menjadi
titik awal dari Era Reformasi.
2. Penyebab Krisis Ekonomi
Krisis yang melanda Indonesia pada tahun 1997 -1998 bukan
krisis pertama yang dialami oleh Indonesia. Akan tetapi krisis ini termasuk
krisis yang tergolong parah dan
mempunyai rentetan dampak yang tidak sedikit. Selain fakta krisis diatas,
menurunya perekonomian Indonesia dibuktikan oleh data beberapa sumber.
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 1990-1997
|
1990
|
1991
|
1992
|
1993
|
1994
|
1995
|
1996
|
1997
|
Pertumbuhan Ekonomi %
|
7,24
|
6,95
|
6,46
|
6,50
|
7,54
|
8,22
|
7,98
|
4,65
|
Tingkat Inflasi %
|
9,93
|
9,93
|
5,04
|
10,18
|
9,66
|
8,96
|
6,63
|
11,60
|
Sumber : BPS, Indikator
Ekonomi; Bank Indonesia, Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia; World Bank.
dalam Tarmidi,Lepi T.1998
Tidak mudah menentukan apa faktor-faktor utama penyebab
krisis ekonomi di Indonesia, karena setiap gejolak ekonomi dapat disebabkan
oleh faktor-faktor yang langsung (drect factors) dan faktor-faktor yang tidak
langsung (indirect factors) yang mempengaruhinya. Selain itu dapat pula
dibedakan adanya faktor-faktor internal dan faktor-faktor eksternal, yang
mempengaruhi terjadinya krisis ekonomi, baik yang bersifat ekonomi maupun yang
bersifat noneknomis.
Selain faktor-faktor internal dan eksternal, ada tiga
teori alternatif yang dapat juga dipakai sebagai basic framework untuk
menganalisis faktor-faktor penyebab
terjadinya krisis ekonomi di Asia (Tulus Tambunan, 1998).
1)
Faktor-faktor Internal
Fundamental ekonomi
nasional yang merupakan penyebab krisis ekonomi di Indonesia adala fundamental
makro misalnya : 1) pertumbuhan ekonomi, 2)
pendapatan nasional, 3) tingkat inflasi, 4) jumlah uang beredar, 5)
jumlah pengangguran, 6) jumlah
investasi, 7) keseimbangan neraca pembayaran, 8) cadangan devisa dan 9) tingkat
suku bunga.
Dilihat dari fundamental ekonomi makro, bukan hanya
sektor moneter tapi juga sektor riil
mempunyai kontribusi yang besaar terhadap terjadinya krisis ekonomi di Indonesia,
karena dua alasan:
a)
Perkembangann sektor moneter sebenarnya
sangat tergantung dari perkembangan
sektor riil, karena uang (valas) sudah menjadi komoditas yang diperdagangkan
seperti produk-produk dari sektor riil.
b)
. Perubahan cadangan valas sangat
sensitif terhadap perubahan sektor riil (perdagangan luar negeri) dan salah
satu penyebab depresiasi nilai tukar rupiah yang menciptakan krisis ekonomi di
Indonesia adalah karena terbatasnya cadangan valas di Bank Indonesia.
Indonesia akhirnya juga digoncang oleh “pelarian” dollar
AS. Ini mencerminkan bahwa ekonomi Indonesia sangat tergantung pada modal
jangka pendek dari luar negeri
(short-term capital inflow). Sumber utama pertumbuhan jumlah cadangan devisa Indonesia, bukan dari
hasil ekspor neto, melainkan dari arus modal masuk jangka pendek (surplus
neraca kapital) (Tulus Tambunan, 1998).
2)
Faktor-faktor eksternal
Jepang dan Eropa Barat
mengalami kelesuan pertumbuhan ekonomi sejak awal dekade 90-an dan tingkat suku
bunga sangat rendah. Dana sangat melimpah sehingga sebagian besar arus modal
swasta mengalir ke negara-negara Asia Tenggara dan Timur, yang akhirnya membuat
krisis. Daya saing Indonesia di Asia yang lemah, sedang nilai tukar rupiah
terhadap dollar AS terlalu kuat (overvalued). (Tulus Tambunan, 1998).
3)
Teori-teori Alternatif
Teori
konspirasi, krisis ekonomi sengaja ditimbulkan oleh
negara-negara maju tertentu, khususnya Amerika, karena tidak menyukai sikap
arogansi ASEAN selama ini.
Teori
contagion, yaitu karena adanya contagion effect; menularnya
amat cepat dari satu negar ake negara lain, disebabkan investor asing merasa
ketakutan.
Teori
business cycle (konjungtur), karena proses ekonomi berdasarkan
mekanisme pasar (ekonomi kapitalis) selalu menunjukkan gelombang pasang surut
dalam bentuk naik turunnya variabel-variabel makro (Tulus Tambunan, 1998).
4)
Faktor-faktor non-ekonomi
Dampak psikologis dari
krisis di Indonesia adalah merebaknya penomena kepanikan, sehingga para pemilik
modal internasional memindahkan modal mereka dari Indonesia secara tiba-tiba.
Kepanikan ini kemudian diikuti oleh warga negara di Indonesia, sehingga
sekelompok orang (spekulan) berusaha meraih keuntungan dengan cara menukar
sejumlah besar rupiah terhadap dollar AS. (Tulus Tambunan, 1998).
5)
Stok Hutang Luar Negeri yang Berjangka
Pendek
Hutang luar negeri
swasta berjangka pendek yang akan jatuh tempo pada bulan Maret 1998, telah mencapai US$. 9,6
milyard, meliputi hutang pokok dan
pinjaman. Posisi hutang luar negeri yang ditanggung oleh perusahaan
swasta itu merupakan bagian hutang luar negeri swasta sebesar US$ 65 milyard
dari total pinjaman luar negeri
Indonesia sebesar US$ 117,3 milyard per September 1997. Bahkan diperkirakan
merosotnya nilai tukar Rupiah antara lain disebabkan oleh terus membengkaknya
hutang luar negeri yang ditanggung swasta, sehingga begitu kewajiban untuk membayar hutang luar
negeri yang jatuh tempo, sementara pada saat yang sama kondisi moneter di dalam
negeri sedang kacau, maka kesulitan langsung membelit mereka (AD.Uphadi Media
Indonesia, 4 Desember 1997).
6)
Sistem Perbankan Indonesia
Banyaknya kelemahan
dalam sistem perbankan di Indonesia. Dengan kelemahan sistemik perbankan
tersebut, masalah hutang swasta eksternal langsung beralih menjadi masalah
perbankan dalam negeri.
3. Dampak Krisis Terhadap
Perekonomian Indonesia
Sejak bulan Juli 1997, Indonesia mulai terkena imbas
krisis moneter yang menimpa dunia khususnya Asia Tenggara. Struktur ekonomi
nasional Indonesia saat itu masih lemah untuk mampu menghadapi krisis global
tersebut. Dampak negatif yang ditimbulkan antara lain:
kurs
rupiah terhadap dollar AS melemah pada tanggal 1 Agustus 1997, pemerintah melikuidasi 16 bank bermasalah
pada akhir tahun 1997, pemerintah
membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang mengawasi 40 bank
bermasalah lainnya dan mengeluarkan Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI)
untuk membantu bank-bank bermasalah tersebut. Namun kenyataannya terjadi
manipulasi besar-besaran terhadap dana KLBI yang murah tersebut.
Dampak
negatif lainnya adalah kepercayaan internasional terhadap Indonesia menurun,
perusahaan milik Negara dan swasta banyak yang tidak dapat membayar utang luar
negeri yang akan dan telah jatuh tempo.
Pengangguran,
dimana angka pemutusan hubungan kerja (PHK) meningkat karena banyak perusahaan
yang melakukan efisiensi atau menghentikan kegiatannya.
Laju
inflasi yang tinggi, angka kemiskinan meningkat dan persediaan barang nasional, khususnya Sembilan bahan
pokok di pasaran mulai menipis pada akhir tahun 1997. Akibatnya, harga-harga
barang naik tidak terkendali dan berarti biaya hidup semakin tinggi.
Biaya-biaya
sosial : 1) kerusuhan di mana-mana sejak black May 1998, 2) banyak orang kekurangan gizi, 3) anak putus
sekilah meingkat, 4) kriminalitas makin tinggi.
Selain memberi dampak negatif, krisis ekonomi juga
membawa dampak positif. Secara umum impor barang, termasuk impor buah menurun
tajam, perjalanan ke luar negeri dan pengiriman anak sekolah ke luar
negeri,kebalikannya arus masuk turis asing akan lebih besar, meningkatkan
ekspor khususnya di bidang pertanian,
proteksi industri dalam negeri meningkat, dan adanya perbaikan dalam
neraca berjalan. Krisis ekonomi juga
menciptakan suatu peluang besar bagi Unit Kecil Menengah (UKM) dan Industri
Skala Kecil (ISK). Namun secara keseluruhan, dampak negatif dari jatuhnya nilai
tukar rupiah masih lebih besar dari dampak
positifnya.
4. Kebijakan (Rencana dan Program
Pemulihan Ekonomi)
a. Rencana : menurut
Menteri Negara Perencanaan Pembangunan/ Kepala Bappenas, Boediono, pemerintah
telah menetapkan tempat tahapan strategis :
1) Tahap penyelematan
(1 – 2 tahun sejak 1998/1999)
2) Tahap pemulihan yang
sifatnya tumpang tindih dengan tahap sebelumnya (2 tahun) 3) Tahap pemantapan
(1-2 tahun) setelah selelsai tahap penyelamatan
4) Tahap pembangunan
yang dapat dimulai kembali apabila saluran krisis dapat ditanggulangi. (Kompas,
18 September 1998)
b. Program Pemulihan
dan Kebijaksanaan Ekonomi
Setelah menyadari bahwa
merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS tidak dapat dibendung lagi dan
cadangan dollar AS di BI sudah menipisi, maka
bulan Nopember 1997 Indonesia minta bantunan IMF untuk mendapat bantuan
dana (Tulus Tambunan, 1998) :
5) Pinjaman tahap
pertama 3 mioliar dollar AS untuk memperkuat dan menstabilkan nilai rupiah,
diterima bulan Nopember 1997.
6) Bulan Januari 1998
ditanda tangani nota kesepakatan atau letter of inten (I) yang memuat 50 point/
ketentuan: kebijaksanaan ekonomi makro (fiskal-moneter) restrukturisassi keuangan
dan reformasi struktural.
7) Bulan Maret 1998
dilakukan perundingan baru lagi dan bulan April 1998 ditanda tangani memorandum
tambahan atau letter of inten (II) Ada lima memorandum tambahan yang disepakati
:
1. Program stabilisasi
pasar uang dan mencegah hiperinflasi.
2. Restrukturisasi
perbankann dalam rangka penyehatan sistem perbankan nasional.
3. Reformasi struktur
yang mencakup upaya-upaya dan sasaran yang telah disepakati (letter of
inten-II)
4. Penyelesaian utang
luar negeri swasta (corporate debt).
5. Bantuan untuk rakyat
kecil (kelompok ekonomi lemah)
c. Beberapa langkah
penting, sesuai kesepakatan IMF :
1) Kebijaksanaan
moneter
2) Kebijaksanaan
perbankan
3) Program kesempatan
kerja
4) Reformasi dan
privatisasi BUMN
5) Restrukturisasi ULN swasta
(Tulus Tambunan, 1998).
d. Program Jaring
Pengaman Sosial (JPS) meliputi :
1) Program Ketahanan
Pangan
2) Program padat karya
3) Program perlindungan
sosial
4) Program pemberdayaan
ekonomi rakyat (Kompas, 18 September 1998)
5. Peranan B.J Habibie di
Indonesia Pasca Krisis Moneter
Presiden B.J Habibie
mewarisi kondisi negara yang kacau balau pasca pengunduran diri Soeharto pada
masa Orde Baru. Pada saat itu, perekonomian Indonesia sudah di ambang
kebangkrutan. Produksi macet, tingkat suku bunga meroket, perbankan dan
lembaga-lembaga lainnya merosot. Cadangan devisa menipis karena ekspor
tersendat, sedangkan kebutuhan impor tidak mungkin di tekan terus, investasi
asing langsung maupun tidak langsung hampir berhenti total dan pencairan pinjaman
luar negeri yang telah disepakati mengalami penundaan. Sementara itu, inflasi
meningkat mencapai tiga digit, jumlah pengangguran meledak mencapai belasan
juta, dan sekitar 100 juta orang atau separuh penduduk Indonesia berada di tepi
jurang kemiskinan.
Pengangkatan B.J
Habibie sebagai Presiden menimbulkan berbagai macam kontroversi bagi masyarakat
Indonesia. Untuk pihak yang pro menganggap pengangkatan Habibie sudah
konstitusional sesuai dengan pasal 8 UUD 1945. Namun sebaliknya untuk pihak
yang kontra menganggap bahwa pengangkatan B.J Habibie dianggap tidak
konstitusional. Tiga hari setelah dilantik menjadi Presiden ke-3 Republik
Indonesia, di sela-sela beredarnya berbagai opini publik yang bernada
merendahkan atas kemampuan B.J Habibie memimpin bangsa Indonesia, Presiden B.J
Habibie segera membentuk suatu kabinet yang disebut Kabinet Reformasi
Pembangunan dalam waktu kurang dari satu hari. Tugas pokok kabinet tersebut
adalah menyiapkan proses reformasi :
a. Di bidang politik antara lain dengan
memperbaharui berbagai perundang-undangan dalam rangka lebih meningkatkan
kualitas kehidupan berpolitik yang bernuansa pada pemilu sebagaimana yang di
amanatkan oleh Garis-garis Besar Haluan Negara.
b. Di bidang hukum antara lain meninjau kembali Undang-Undang Subversi.
c. Di bidang ekonomi dengan mempercepat
penyelesaian Undang-Undang yang menghilangkan praktik-praktik monopoli dan
persaingan tidak sehat.
Disamping itu, dalam
bidang ekonomi, pemerintah juga akan memberikan perhatian khusus terhadap
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN),
revitalisasi lembaga perbankan dan keuangan nasional, serta
program-program yang menyentuh masyarakat banyak.
Kemudian pada tanggal
25 Mei 1998 Presiden Habibie mengadakan sidang kabinet bersama para menteri di
sebelah ruang kerja Presiden di Bina Graha. Dalam sidang kabinet tersebut,
Presiden Habibie menyampaikan sasaran kerja. Khususnya dalam bidang ekonomi,
Presiden menetapkan dua sasaran utama, yaitu:
1) Mengatasi masalah-masalah mendesak yang
ditimbulkan oleh krisis ekonomi;
2) Melanjutkan dan mempercepat langkah-langkah
reformasi ekonomi.
Masalah-masalah
mendesak yang menjadi perhatian dan perlu di tangani adalah :
1) Memulihkan kepercayaan kepada rupiah dan
mengendalikan laju inflasi;
2) Menggerakan kembali roda produksi dan arus
perdagangan, yang akhir-akhir ini mengalami berbagai hambatan;
3) Mendorong bidang-bidang kegiatan ekonomi
yang dapat bangkit kembali dalam waktu singkat, termasuk sektor pertanian dan
agrobisnis, industri ekspor, industri yang memanfaatkan sumber daya alam dan
sektor pariwisata;
4) Mengamankan pelaksanaan APBN;
5) Memberikan perhatian khusus kepada golongan
masyarakat yang terkena dampak krisis ekonomi dengan memprioritaskan
program-program padat karya, menyediakan kebutuhan pokok (khususnya bahan
makanan dan obat-obatan) serta mendukung usaha kecil, koperasi, dan kegiatan
ekonomi rakyat, serta mengembangkan dan meningkatkan peranan bank-bank
perkreditan rakyat;
6) Mempercepat penyelesaian bank-bank yang
berada dibawah pengawasa BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional) dalam
rangka pembenahan sektor perbankan;
7) Mempercepat upaya mengatasi masalah utang
luar negeri swasta;
8) Meningkatkan upaya untuk memperkuat
dukungan dan kepercayaan dari masyarakat internasional, terutama negara-negara
sahabat dan lembaga-lembaga keuangan internasional;
9) Melengkapi dan memperbaharui perangkat
perundang-undangan yang di perlukan untuk menunjang proses reformasi ekonomi.
Presiden Habibie juga
memisahkan Bank Indonesia dari Kabinet Reformasi Pembangunan. Alasannya karena
keadaan Indonesia pada saat itu sangat tidak menentu, sehingga Presiden harus
berhati-hati dalam mengambil kebijakan secara cepat dan tepat. Oleh karena itu,
peran BI akan lebih pasti dan harus dikelola oleh tim yang profesional serta
berdedikasi tinggi. Tim tersebut harus dapat berkarya menghadapi kendala
politik, bebas berfikir dan beranalisis murni secara profesional, yang tentu
saja tidak boleh di atur dan di arahkan oleh Presiden yang kedudukannya sangat
politis dan kepentingannya mungkin dapat bertentangan dengan hasil analisis dan
kebijakan profesional. Dengan kata lain, tim pimpinan BI harus memberi
perhatian penuh pada tugas yang diharapkan oleh rakyat, yaitu menghasilkan mata
uang rupiah yang kuat, nilai tukar yang stabil dan berkualitas tinggi. Sehingga
untuk menjamin keberhasilan tujuan memelihara stabilitas nilai rupiah
diperlukan bank sentral yang memiliki kedudukan yang independen.
Selain itu, dalam upaya
menanggulangi masalah pengangguran, pemerintah telah melakukan Program
Penanggulangan Dampak Kekeringan Dan Mengurangi Kemiskinan (PDKMK) dan Program
Penanggulangan Penganggur Terampil (P3T). Dalam perjalanannya, PDKMK telah
dapat menyerap 3.429.000 selama 3-4 bulan, sedangkan untuk P3T dapat
mempekerjakan sebanyak 70.000 orang tenaga kerja terampil pada lembaga ekonomi
produktif yaitu koperasi dan perusahaan kecil menengah maupun wirausaha baru.
Hingga akhirnya,
melalui pembentukan Kabinet Reformasi Pembangunan dan segala
kebijakan-kebijakannya dalam memimpin suatu negara, Presiden Habibie telah
membawa perubahan yang signifikan bagi bangsa Indonesia, khususnya dalam bidang
ekonomi. Banyak keberhasilan-keberhasilan yang telah dicapai, diantaranya :
a. Kembalinya kepercayaan terhadap bangsa
Indonesia, baik dari masyarakat Indonesia maupun dunia internasional. Dengan
pulihnya kepercayaan secara bertahap, maka nilai tukar rupiah menjadi lebih
stabil dan secara bertahap membaik dan akhirnya mencapai tingkat wajar. Hal ini
telah meredam tekanan inflasi, sehingga laju inflasi terus menurun. Harga
barang-barang pokok, serta subsidi yang harus di sediakan juga menurun secara
bertahap. Menurunnya inflasi diikuti dengan menurunnya tingkat suku bunga dan
hal ini juga mendorong bangkitnya kembali kegiatan ekonomi dalam negeri;
b. Nilai rupiah mengalami penguatan, inflasi
menurun tajam, dan ketersediaan serta distribusi kebutuhan pokok tidak lagi
menjadi permasalahan. Pada periode Januari-September 1999, laju inflasi hanya
mencapai 2%, padahal laju inflasi pada periode sebelumnya sebesar 75,47%.
Ditinjau dari indeks harga konsumen, harga-harga pada bulan September 1999
dibandingkan dengan harga pada bulan yang sama tahun sebelumnya hanya naik
1,25%. Padahal setahun sebelumnya, harga-harga naik 82,4% dibandingkan
harga-harga pada bulan september 1997. Penurunan tingkat inflasi yang sangat
berarti ini terjadi bukan karena penurunan daya beli, tetapi terutama
disebabkan oleh perbaikan nilai tukar rupiah dan keseimbangan antara
ketersediaan pasokan dengan kebutuhan pangan, serta lancarnya distribusi 9
bahan pokok. Nilai tukar rupiah menurun hingga mendekati Rp. 6.000 per dollar
AS, sekalipun pernah melemah hingga mencapai Rp. 9.000 per dollar AS akibat
kekacauan yang terjadi di Timor Timur.
c. Membaiknya perbankan Indonesia, pemerintah
telah melakukan upaya merestrukturisasi sektor perbankan, dari 160 bank
komersial yang beroprasi pada bulan Juli 1997, 48 bank telah dilikuidasi, 16
bank diambil alih dan 11 bank direkapitalisasi dengan bantuan pemerintah.
Aset-aset bank yang dibekukan diambil alih dan dikelola oleh Badan Penyehatan
Perbankan Nasional. Jumlah aset perbankan yang telah dialihkan ke badan
tersebut sampai saat ini telah mencapai Rp. 350 triliun, yang kemudian
aset-aset ini ditawarkan kepada investor. Investor asing mulai berminat, bahkan
beberapa diantaranya telah mengambil alih saham bank. Ini berarti telah mulai
kembalinya aliran modal ke dalam negeri.
d. Kembali berjalannya usaha kecil, menengah
dan koperasi; pemerintah telah memprioritaskan kelompok usaha ini dalam rangka
pengembangan ekonomi rakyat dikarenakan kelompok usaha ini merupakan 99% dari
pelaku ekonomu nasional dan menyerap sekitar 88% tenaga kerja. Untuk membantu
usaha kecil dan menengah pemerintah telah melakukan penyederhanaan perizinan
agar dapat meringankan beban mereka. Selain itu pemerintah juga telah
menyediakan berbagai program penyaluran kredit untuk membantu mereka dalam
memeperoleh modal usaha.
e. Penurunan angka kemiskinan dan
pengangguran; seiring mulai berjalanannya kegiatan ekonomi di dunia usaha,
angka pengangguran pun semakin berkurang. Pada tahun 1998,
perusahaan-perusahaan yang melakukan PHK sebanyak 922 kasus meliputi 121.686
orang. Sementara pada tahun 1999 turun menjadi 117 kasus meliputi 16.000 pekerja.
Dengan demikian, dari tahun 1998 sampai dengan 1999, terdapat penurunan
Pemutusuan Hubungan Kerja sebesar 805 kasus. Penururnan kasus PHK tersebut
disebabkan karena mulai membaiknya kondisi perekonomian. Data tersebut adalah
resmi yang dipergunakan di Bappenas dan Departemen lainnya bersumber pada Biro
Pusat Statistik. Sementara itu dari data survei yang dilakukan pada bulan
Agustus 1999, dibandingkan dengan hasil survei yang sama pada bulan Desember
1998, terindikasikan penurunan jumlah penduduk miskin sebesar 12 juta jiwa,
sehingga jumlah total penduduk miskin diperkirakan sebesar 35 juta jiwa atau
sebesar 17,6% dari total penduduk Indonesia. Data ini memberikan indikasi bahwa
penekanan laju inflasi sangat membantu meringankan beban penduduk miskin.
BAB 3
SIMPULAN
DAN SARAN
A. Kesimpulan
Sebagai salah satu negara berkembang, Indonesia tentu
saja sering mengalami krisis moneter. Krisis moneter yang paling parah terjadi
pada pertengahan tahun 1997, pada saat pemerintahan Presiden Soeharto (Orde
Baru). Padahal sebelumnya ,pertumbuhan ekonomi di Indonesia pada saat itu
sangat mengesankan, bahkan mendapat pujian dari Bank Dunia sebagai negara Asia
berkinerja tinggi.
Namun, ketika krisis financial mulai melanda kawasan Asia
yang di awali dengan melemahnya nilai tukar Thailand baht terhadap dollar AS,
menyebabkan mata uang dollar semakin menguat dan akhirnya berimbas ke rupiah.
Hal ini menyebabkan nilai tukar rupiah merosot, dari Rp. 2.500 per dollar AS,
menjadi Rp. 3.000 per dollar AS pada minggu ke dua Juli 1997. Bank Indonesia
berusaha membuat kebijakan dengan melebarkan rentang kendali rupiah, namun
krisis moneter, yang diikuti dengan semakin menipisnya tingkat kepercayaan,
membuat nilai rupiah semakin sulit dikontrol.
Langkah Presiden Soeharto mengundang Dana Moneter
Internasional pada 8 Oktober 1997 tidak banyak membantu, justru sebaliknya
semakin menambah beban hutang yang harus di tanggung rakyat Indonesia.
Kebijakan pemerintah menutup 16 bank membuat pelaku usaha semakin hilang arah.
Nilai rupiah semakin terperosok pada level Rp. 5.097 per dollar AS. Pada 8
Januari 1998, rupiah semakin melemah menjadi Rp. 9.800 per dollar AS dan
mencapai Rp. 11.050 pada akhir Januari 1998.
Jika di cermati, krisis moneter yang terjadi di Indonesia
tidak hanya disebabkan oleh krisis finansial yang melanda kawasan Asia saja,
tetapi juga di sebabkan oleh fundamental ekonomi Indonesia yang lemah. Selain
itu, akibat melemahnya nilai rupiah terhadap dollar menyebabkan Indonesia
kesulitan membayar hutang luar negeri yang sudah menumpuk sebelum krisis
moneter terjadi. Hal ini akhirnya berdampak pada kegiatan ekonomi di dalam
negeri. Banyak perusahaan-perusahaan yang melakukan PHK, yang akhirnya semakin
menambah jumlah pengangguran di Indonesia. Selain itu, harga bahan-bahan pokok
pun meroket naik dan mengalami kelangkaan. Angka kemiskinan semakin bertambah.
Banyak rakyat Indonesia yang menderita.
Hal ini akhirnya memicu kerusuhan-kerusuhan yang
dilakukan para cendikiawan dan mahasiswa, yang menuntut Presiden Soeharto untuk
mengundurkan diri dari jabatannya. Rangkaian aksi kerusuhan mencapai puncaknya
dengan meletusnya Tragedi Trisakti pada 12 Mei 1998. Pada waktu itu, mahasiswa
Universitas Trisakti sedang melancarkan aksi unjuk rasa, namun mereka di hadang
oleh aparat keamanan, dan terjadilah bentrokan yang mengakibatkan tewasnya
empat orang mahasiswa akibat tembakan peluru tajam.
Kerusuhan juga berlangsung di beberapa daerah, telah
menimbulkan korban ratusan jiwa dan harta benda. Aksi-aksi kekerasan massa, perusakan,
pembakaran, penjarahan, hingga tindakan asusila, menimbulkan kesedihan dan luka
yang mendalam bagi bangsa Indonesia.
Dengan kondisi negara yang kacau balau, diantara para
demonstran yang tidak juga berhenti melakukan kerusuhan, akhirnya pada tanggal
21 Mei 1998 Presiden Soeharto resmi mengundurkan diri dari jabatannya yang
kemudian di gantikan oleh B.J Habibie yang pada saat itu menjabat sebagai Wakil
Presiden.
Walaupun banyak masyarakat yang meragukan kemampuannya
untuk memimpin bangsa Indonesia, tetapi B.J Habibie telah menunjukan beberapa
prestasinya yang mengesankan. Jika di bandingkan dengan kondisi Indonesia pada
saat mengalami krisis moneter tahun 1997, pada tahun 1999 telah mengalami
perbaikan yang berarti. Pada masanya, Presiden B.J Habibie telah berhasil
mengurangi tingkat kemiskinan dan pengangguran masyarakat Indonesia. Nilai
tukar rupiah kembali menguat serta laju inflasi mulai stabil, bahkan berkisar
pada 2% saja. Selain itu kondisi perbankan di Indonesia mulai kembali sehat.
B. Saran
Kita sebagai generasi
muda hendaknya mengambil pelajaran dari peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi
pada saat indonesia mengalami krisis moneter. Berfikir sebelum bertindak sangat
diperlukan. Jangan sampai mengambil tindakan yang dapat merugikan semua
kalangan seperti tawuran atau demo yang berakhir dengan anarkis sehingga
memakan korban jiwa. Dan bagi pemerintah hendaknya lebih memperhatikan sistem
perekonomian di indonesia sehingga krisis moneter seperti yang terjadi pada
pertengahan tahun 1997 tidak terulang kembali.
Daftar Pustaka
Afifah, Nurul
2011.Krisis Moneter 1998 dan Kebijakannya. [Online]. Tersedia: http://alunanpena-alunanpena.blogspot.com/2011/11/krisis-moneter 1998-dan-kebijakanya.html
[19 April 2014]
Ikhwan, Adhe Syahputra.
2010. Sebab-Sebab Terjadinya Krisis Ekonomi Tahun 1998. [Online]. Tersedia: http://ade-artikel.blogspot.com/2010/03/sebab-sebab- terjadinya-krisis-ekonomi.html [19
April 2014]
Kurniawan, Oktavianus.
2011. Dampak Krisis 1997-1998 Terhadap
Pengangguran di Indonesia.
[Online]. Tersedia : http://oktavianuskurniawan.blogspot.com/2011/11/dampak-krisis-1997-1998- terhadap.html [19 April 2014]
Putra. Devy. 2009. 4
Penyebab Krisis Ekonomi Indonesia Tahun 1007-1998, Apakah akan
Terulang Pada Krisis Ekonomi Sekarang?. [Online]. Tersedia: http://putracenter.net/2009/02/10/4-penyebab-krisis-ekonomi-indonesia-tahun- 1997-1998-apakah-akan-terulang-pada-krisis-ekonomi-sekarang/
[19 April 2014]
Saputro, Almareza.
2010. Krisis Ekonomi 1997-1998 Indonesia. [Online]. Tersedia: http://almareza-almareza.blogspot.com/2010/10/krisis-ekonomi-1997-1998- [19 April 2014]
Tambunan, Dr.Tulus T.H.
1998. Perekonomian Indonesia (Beberapa Isu Penting).
Jakarta: Ghalia Indonesia
http://reameyamorta.blogspot.com/2014/02/ekonomi-indonesia-dari-krisis-mone