BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Seperti kita
ketahui bersama bahwa koperasi mulai tumbuh dan berkembang di Inggris pada
pertengahan abad XIX yaitu sekitar tahun 1844 yang dipelopori oleh Charles
Howard di Kampung Rochdale. Namun sebelum koperasi mulai tumbuh dan
berkembang sebenarnya inspirasi gerakan koperasi sudah mulai ada sejak abad
XVIII setelah terjadinya revolusi industri dan penerapan sistem ekonomi
kapitalis.
Setelah
berkembang di Inggris koperasi menyebar ke berbagai Negara baik di Eropa
daratan, Amerika, dan Asia termasuk ke Indonesia. Pada dasarnya koperasi
digunakan sebagai salah satu alternatif untuk memecahkan persoalan ekonomi dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya.
Koperasi sebenarnya sudah masuk ke Indonesia sejak
akhir abad XIX yaitu sekitar tahun 1896 yang dipelopori oleh R.A.Wiriadmaja.
Namun secara resmi gerakan koperasi Indonesia baru lahir pada tanggal 12 Juli
1947 pada kongres I di Tasikmalaya yang diperingati sebagai Hari Koperasi
Indonesia.
1.2 Rumusan
Masalah
I.
Sejarah koperasi di dunia
dan mengenai masuknya koperasi di indonesia
II.
Pada awal perkembangannya di
tanah air bagaimana koperasi menyumbang peran dalam perekonomian di tanah air
1.3 Tujuan
Penulisan
Untuk mengetahui sejarah perkembangan koperasi di dunia dan di
Indonesia
BAB II
SEJARAH KOPERASI DI DUNIA
Pada
mulanya,Koperasi Dunia lahir di Rochdale Inggris,pada tahun 1844 dengan tujuan
mengatasi masalah keperluan konsumsi para anggotanya dengan cara kebersamaan
yang dilandasi atas dasar
prinsip-prinsipkeadilan.Dari prinsip-prinsip keadilan inilah maka
menghasilkan prinsip-prinsip keadilan yang dikenal dengan “Rochdale
Principles”.
Di Indonesia,Koperasi
pertama kali didirikan di Leuwiliang pada tahun 1895 oleh Raden Ngabei Ariawiriaatmadja,Patih
Purwokerto,dkk dalam bentuk Bank Simpan Pinjam yang bertujuan untuk membantu
para pegawai negeri pribumi melepaskan diri dari cengkeraman pelepas uang.
Selanjutnya dikembangkan lebih lanjut oleh De Wolf Van Westerrode asisten
Residen Wilayah Purwokerto di Banyumas. Boedi Oetomo yang didirikan pada tahun
1908 menganjurkan berdirinya koperasi untuk keperluan rumah tangga. Sarikat
Islam yang didirikan tahun 1911 juga mengembangkan koperasi yang bergerak di
bidang keperluan sehari-hari dengan cara membuka took – toko koperasi. Pada
akhir Rajab 1336H atau 1918 K.H. Hasyim Asy’ari Tebuireng Jombang mendirikan
koperasi yang dinamakan “Syirkatul Inan” atau disingkat (SKN) yang
beranggotakan 45 orang . Pada akhir tahun 1930 didirikan Jawatan Koperasi pada
tahun 1933 diterbitkan Peraturan Perkoperasian dalam berntuk
Gouvernmentsbesluit no.21 yang termuat di dalam
Staatsblad no. 108/1933 yang menggantikan Koninklijke Besluit no. 431 tahun
1915. Kongres Muhamadiyah pada tahun 1935 dan 1938 memutuskan tekadnya untuk
mengembangkan koperasi di seluruh wilayah Indonesia, terutama di lingkungan
warganya pada masa pendudukan bala tentara Jepang istilah koperasi lebih
dikenal menjadi istilah “Kumiai” pada akhir 1946, Jawatan Koperasi mengadakan
pendaftaran koperasi dan tercatat sebanyak 2500 buah koperasi di seluruh
Indonesia. Pada tanggal 12 Juli 1947 diselenggarakan kongres koperasi se Jawa
yang pertama di Tasikmalaya. Dalam kongres tersebut diputuskan antara lain
terbentuknya Sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia yang disingkat SOKRI;
menjadikan tanggal 12 Juli sebagai Hari Koperasi serta menganjurkan
diselenggarakan pendidikan koperasi di kalangan pengurus, pegawai dan masyarakat
Pada tahun 1949 diterbitkan Peraturan Perkoperasian yang dimuat di dalam
Staatsblad No. 179. Peraturan ini dikeluarkan pada waktu Pemerintah Federal
Belanda menguasai sebagian wilayah Indonesia yang isinya hamper sama dengan
Peraturan Koperasi yang dimuat di dalam Staatsblad No. 91 tahun 1927, dimana
ketentuan-ketentuannya sudah kurang sesuai dengan keadaan Inidonesia sehingga
tidak memberikan dampak yang berarti bagi perkembangan. Pada tanggal 15 sampai
dengan 17 Juli 1953 dilangsungkan kongres koperasi Indonesia yang ke II di
Bandung. Keputusannya antara lain merubah Sentral Organisasi Koperasi Rakyat
Indonesia (SOKRI) menjadi Dewan Koperasi Indonesia (DKI). Pada tahun 1958
diterbitkan Undang-Undang tentang Perkumpulan Koperasi No.79 Tahun 1958 yang dimuat di dalam Tambahan Lembar
Negara RI No.1669. Pada tahun 1961 diselenggarakan Musyawarah
Nasional Koperasi I (Munaskop I) di Surabaya untuk melaksanakan prinsip
Demokrasi Terpimpin dan Ekonomi Terpimpin. Sebagai puncak pengukuhan hokum dari
uapaya mempolitikkan (verpolitisering) koperasi dalam suasana demokrasi
terpimpin yakni di terbitkannya UU No.14tahun 1965 tentang
perkoperasian yang dimuat didalam Lembaran Negara No.75tahun
1960. Bersamaan dengan disahkannya UU No. 14 tahun 1965 dilangsungkan Musyawarah
Nasional Koperasi (Munaskop) II di Jakarta yang pada dasarnya merupakan ajang
legitiminasi terhadap masuknya kekuatan-kekuatan politik di dalam koperasi
sebagaimana diatur oleh UU Perkoperasian tersebut Pada tanggal 18 Desember 1967
telah dilahirkan Undang-Undang Koperasi yang baru yakni dikenal dengan UU No.
12/1967 tentang Pokok-pokok Perkoperasian.
Menyusul
keberhasilan Koperasi Rochdale, pada tahun 1852 telah berdiri sekitar 100
Koperasi Konsumsi di Inggris. Sebagaimana Koperasi Rochdale, Koperasi-koperasi ini pada
umumnya didirikan oleh para konsumen.
Dalam rangka lebih memperkuat gerakan Koperasi, pada tahun 1862, Koperasi-koperasi konsumsmi di Inggris menyatukan diri menjadi pusat Koperasi Pembelian dengan nama The Cooperative Whole-sale Society,
disingkat C. W. S. Pada tahun 1945, C. W. S. telah memiliki sekkitar 200 buah pabrik dan tempat usaha dengan 9.000 pekerja, yang perputaran modalnya mencapai 55.000.000 poundsterling. Sedangkan pada tahun 1950, jumlah anggota Koperasi di seluruh wilayah Inggris telah berjumlah lebih dari 11.000.000 orang dari sekitar 50.000.000
orang penduduk Inggris.
Koperasi
juga berkembang di negara-negara lainnya. Pada masa Revolusi Perancis dan perkembangan industri telah menimbulkan kemiskkinan dan penderitaan bagi rakyat Perancis. Berkat dorongan pelopor-pelopor mereka
seperti Charles Forier, Louis Blanc, serta Ferdinand Lasalle, yang menyadari
perlunya perbaikan nasib rakyat, para pengusaha kecil di Perancis berhasil membangun Koperasi-koperasi
yang bergerak dibidang produksi.
Sehingga terdapat Gabungan Koperasi Konsumsi Nasional Perancis
(Federation Nationale Dess Cooperative de Consommation),
dengan jumlah Koperasi yang tergabung sebanyak 476 buah. Jumlah anggotanya mencapai 3.460.000 orang, dan toko yang dimiliki berjumlah 9.900 buah dengan perputaran modal sebesar 3.600 milyar
franc/tahun.
Di
Jerman, berdiri koperasi yang dipelopori oleh Herman Schultz-Delitsch
(1808-1883), hakim dan anggota parlemen pertama di Jerman yang berhasil
mengembangkan konsep badi prakarsa dan perkembangan bertahap dari koperasi-koperasi
kredit perkotaan, koperasi pengadaan sarana produksi bagi pengrajin, yang
kemudian diterapkan oleh pedagang kecil, dan kelompok lain-lain.
Pedoman kerja Koperasi simpan-pinjam Schulze adalah :
1. Uang simpanan sebagai modal kerja Koperasi dikumpulkan
dari anggota
2. Wilayah kerjanya didaerah perkotaan.
3. Pengurus Koperasi dipilih dan diberi upah atas
pekerjaannya.
4. Pinjaman bersifat jangka pendek.
5. Keuntungan yang diperoleh dari bunga pinjaman
dibagikan kepada anggota.
Ada
pula seorang pelopor yang bernama Friedrich Wilhelm Raiffeissen
(1818-1888) kepala desa di Flemmerfeld, Weyerbush di Jerman. Raiffeissen
menganjurkan agar para petani menyatukan diri dalam perkumpulan simpan-pinjam
yang membentuk koperasi-koperasi kredit berdasarkan solidaritas dan tanggungan
tidak terbatas yang dipikul oleh para anggota perkumpulan koperasi tersebut,
dan dibimbing brdasarkan prinsip menolong diri sendiri, mengelola diri sendiri,
dan mengawasi diri sendiri.
PERKEMBANGAN KOPERASI DI INDONESIA
Pada dasarnya lembaga koperasi sejak awal
diperkenalkan di Indonesia memang sudah diarahkan untuk berpihak kepada
kepentingan ekonomi rakyat yang dikenal sebagai golongan ekonomi lemah. Strata
ini biasanya berasal dari kelompok masyarakat kelas menengah kebawah.
Eksistensi koperasi memang merupakan suatu fenomena tersendiri, sebab tidak
satu lembaga sejenis lainnya yang mampu menyamainya, tetapi sekaligus diharapkan
menjadi penyeimbang terhadap pilar ekonomi lainnya. Lembaga koperasi oleh
banyak kalangan, diyakini sangat sesuai dengan budaya dan tata kehidupan
bangsa Indonesia. Di dalamnya terkandung muatan menolong diri sendiri,
kerjasama untuk kepentingan bersama (gotong royong), dan beberapa esensi moral
lainnya. Sangat banyak orang mengetahui tentang koperasi meski belum tentu sama
pemahamannya, apalagi juga hanya sebagian kecil dari populasi bangsa ini yang
mampu berkoperasi secara benar dan konsisten. Sejak kemerdekaan diraih,
organisasi koperasi selalu memperoleh tempat sendiri dalam struktur
perekonomian dan mendapatkan perhatian dari pemerintah.
Namun uniknya, kualitas
perkembangannya selalu menjadi bahan perdebatan karena tidak jarang koperasi
dimanfaatkan di luar kepentingan generiknya. Juga, secara makro pertanyaan yang
paling mendasar berkaitan dengan kontribusi koperasi terhadap Produk
Domestik Bruto (PDB), pengentasan kemiskinan, dan penciptaan lapangan kerja.
Sedangkan secara mikro pertanyaan yang mendasar berkaitan dengan kontribusi
koperasi terhadap peningkatan pendapatan dan kesejahteraan anggotanya.
Menurut Merza (2006), dari segi kualitas, keberadaan koperasi masih perlu
upaya yang sungguh-sungguh untuk ditingkatkan mengikuti tuntutan lingkungan
dunia usaha dan lingkungan kehidupan dan kesejahteraan para anggotanya. Pangsa
koperasi dalam berbagai kegiatan ekonomi masih relatif kecil, dan
ketergantungan koperasi terhadap bantuan dan perkuatan dari pihak luar,
terutama Pemerintah, masih sangat besar.3Jadi, dalam kata lain, di Indonesia,
setelah lebih dari 50 tahun keberadaannya, lembaga yang namanya
koperasi yang diharapkan menjadi pilar atau soko guru perekonomian
nasional dan juga lembaga gerakan ekonomi rakyat ternyata tidak berkembang baik
seperti di negara-negara maju (NM). Oleh karena itu tidak heran kenapa peran
koperasi di dalam perekonomian Indonesia masih sering dipertanyakan dan selalu
menjadi bahan perdebatan karena tidak jarang koperasi dimanfaatkan di
luar kepentingan generiknya.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Gerakan
Koperasi di dunia, di mulai pada pertengahan abad 18 dan
awal abad 19 di Inggris. Lembaga ini sering disebut
dengan "KOPERASI PRAINDUSTRI". Pada abad ini juga dikenal
memunculkan Revolusi Industri dan munculnya sebuah ideologi yang kemudian
begitu menguasai sistem perekonomian dunia. Kita mengenalnya dengan nama
kapitalisme. Ideologi ini, pada perjalanan sejarahnya, kemudian mendapatkan
lawan sepadan dengan hadirnya sosialisme. Koperasi hadir di antara dua kekuatan
besar ekonomi itu.
Pada masa penjajahan di berlakukan “culturstelsel” yang mengakibatkan
penderitaan bagi rakyat, terutama para petani dan golongan bawah. Peristiwa tersebut
menimbulkan gagasan dari seorang patih purwokerto, Raden Ario Wiriaatmadja
(1895) untuk membantu mengatasi kemelaratan rakyat. Kegiatannya di awali dengan
menolong pegawai dan orang kecil dengan mendirikan “Hulpen spaaren
laudbouwcredeet” didirikan juga, rumah rumah gadai, lumbang desa dan bank bank
desa.
Pada tahun1908 lahir perkumpulan “Budi Utomo” didirikan oleh raden Soetomo
yang dalam programnya memanfaatkan sektor perkoprasian untuk menyejahterakan
rakyat miskin di mulai dengan koperasi industri kecil dan kerajinan. Ketetapan kongres
Budi Utomo di Yogyakarta adalah antara lain , memperbaiki dan meningkatkan
kecerdasan rakyat melalui pendidikan, serta mewujudkan dan mengembangkan
gerakan berkoprasi.
DAFTAR PUSTAKA