Jumat, 20 Maret 2015

PEREKONOMIAN INDONESIA BAB 1

                                         Bab 1

         1. Kemiskinan dengan menggunakan indeks serta pendapatan             distribusi pendapatan
            Secara empiris, Booth (2000) dalam penelitiannya telah menginventarisir data kemiskinan di Indonesia. Berkisar pada tahun 1976-1981 menunjukkan bahwa telah terjadi penurunan tingkat kemiskinan di daerah perkotaan dan pedesaan, dengan kecenderungan angka-angka di bawah garis kemiskinan yang turun lebih  tajam di daerah  pedesaan. Tahun 1981 diperkirakan  terdapat  40,6 juta orang Indonesia di bawah garis kemiskinan, yakni  31,3 juta orang diantaranya berada di wilayah perdesaan, dan 9,3 juta sisanya berada di wilayah perkotaan.
            Secara etimologis, “kemiskinan” berasal dari kata “miskin” yang artinya tidak berharta benda dan dalam keadaan yang serba kekurangan. Departemen Sosial dan Badan Pusat Statistik mendefinisikan kemiskinan dari perspektif kebutuhan dasar. Oleh karena itu, kemiskinan didefinisikan sebagai ketidak mampuan individu dalam memenuhi kebutuhan dasar minimal untuk hidup layak (BPSdan Depsos, 2002). Bahkan dapat disebutkan bahwa kemiskinan merupakan sebuah kondisi yang berada dibawah  garis nilai standar kebutuhan minimum, baik untuk makanan dan non-makanan yang disebut garis kemiskinan (poverty line) atau batas kemiskinan (poverty treshold).
            Frank Ellis (dalam Suharto, 2005) menyatakan bahwa kemiskinan memiliki berbagai dimensi yang menyangkut aspek ekonomi, politik, dan sosial-psikologis. Secara ekonomi, kemiskinan dapat disefinisikan sebagai kekurangan sumber daya yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan meningkatkan kesejahteraan sekelompok orang. Dalam hal ini tentu sumber daya tidak hanya menyangkut masalah finansial  saja, tapi juga meliputi semua jenis kekayaan (wealth) yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam arti luas. Berdasarkan hal tersebut, kemiskinan dapat diukur secara langsung dengan menetapkan persediaan sumber daya yang dimiliki melalui penggunaan standar baku yang dikenal dengan garis kemiskinan (poverty line).
            Konsep kemiskinan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. David Harry Penny (1990:140) mendefinisikan kemiskinan absolut dalam kaitannya dengan suatu sumber-sumber materi, yang dibawahnya tidak ada kemungkinan kehidupan berlanjut; dengan kata lain hal ini adalah tingkat kelaparan. Sedangkan kemiskinan relatif adalah perhitungan kemiskinan yang didasarkan pada proporsi distribusi pendapatan dalam suatu negara. World Bank (BPS dalam Haryati, 2003:95) menyusun ukuran kemiskinan relatif yang sekaligus digunakan untuk mengukur tingkat pemerataan, yaitu dengan membagi penduduk menjadi tiga kelompok: (1) kelompok 40% penduduk berpendapatan rendah, 40% penduduk berpendapatan menengah dan 20% penduduk berpendapatan tinggi.
            Menentukan ukuran kemiskinan bukanlah hal yang mudah. Kesulitannya bukan hanya pada indikator apa yang akan digunakan, tapi juga bagaimana menggunakan indikator tersebut pada suatu individu, keluarga, kelompok orang atau masyarakat. Untuk mempermudah dalam mengukur kemiskinan tersebut, kemudian muncul konsep poverty line (garis kemiskinan).
            Dalam memerangi kemiskinan diperlukan strategi yang tepat dan akurat, sehingga dibutuhkan intervensi-intervensi pemerintah yang sesuai dengan sasaran yang dapat dibagi menurut waktu, yaitu jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Intervensi jangka pendek merupakan yang terutama dari pembangunan sektor pertanian, usaha kecil, dan ekonomi pedesaan. Hal ini penting mengingat akan fakta yang ada bahwa di satu pihak, hingga saat ini sebagian besar wilayah Indonesia masih pedesaan dan sebagian penduduk Indonesia. Kebijakan lembaga dunia mencakup World Bank, ADB, UNDP, ILO, dan sebagainya mengeluarkan kebijakan untuk memerangi kemiskinan, melalui:
a) Pertumbuhan ekonomi yang luas dan menciptakan lapangan kerja yang padat karya.
b) Pengembangan SDM.
c) Membuat jaringan pengaman sosial bagi penduduk miskin yang tidak mampu memperoleh dan menikmati pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja serta pengembangan SDM sebagai akibat dari cacat fisik dan mental, bencana, konflik sosial atau wilayah yang terisolasi.
World bank (2000) memberikan metode baru dalam memerangi kemiskinan dengan 3 pilar:
a.   Pemberdayaan yaitu proses peningkatan kapasitas penduduk miskin untuk mempengaruhi lembaga-lembaga pemerintah yang mempengaruhi kehidupan mereka dengan memperkuat partisipasi mereka dalam proses politik dan pengambilan keputusan tingkat lokal.
b.  Keamanan yaitu proteksi bagi orang miskin terhadap goncangan yang merugikan melalui manajemen yang lebih baik dalam menangani goncangan ekonomi makro dan jaringan pengaman yang lebih komprehensif.
c.  Kesempatan yaitu proses peningkatan akses kaum miskin terhadap modal fisik dan modal manusia dan peningkatan tingkat pengembalian dari asset asset tersebut.
Pemerintah lebih baik memberikan program dalam bentuk pemberdayaan yang melibatkan peran serta seluruh masyarakat. Program-program pengentasan kemiskinan mendatang sebaiknya dikembangkan dengan model pembangunan komunitas/ community development yang melibatkan turut serta aktif masyarakat. Dengan comdev yang merupakan program pemberdayaan, masyarakat miskin diberikan akses yang luas untuk meningkatkan kualitas hidupnya menjadi lebih baik.
Kebijakan yang tepat dan sistematis dalam pengentasan kemiskinan dalam bentuk program-progran pemberdayaan masyarakat lebih efektif dalam menurunkan jumlah orang miskin di negeri ini hal ini sudah terbukti di negara-negara seperti Cina dan India. Analoginya sederhana kita bukan memberikan ikan tetapi pancingannya dan membina mereka bagaimana cara memancing ikan yang benar. Hal itulah yang harus dilakukan oleh pemerintah kita, karena jika rakyat terbiasa diberi ikan, lama-kelamaan akan muncil budaya malas.



                   2. Menganalisis  distribusi fungsional
            Distribusi pendapatan fungsional ini menjelaskan tentang proporsi dari pendapatan yang diterima oleh tiap faktor produksi. Kurva penawaran dan permintaan digunakan untuk menentukan harga-harga dari masing-masing faktor produksi.
            Dalam suatu pasar persaingan dengan fungsi produksi yang bersifat constant returns to scale,harga-harga faktor produksi ditentukan oleh kurva penawaran dan permintaan faktor produksi tersebut. Pendapatan didistribusikan menurut 'fungsi' yaitu tenaga kerja menerima upah,pemilik tanah menerima sewa,dan kaum kapitalis menerima keuntungan (laba). Hal ini merupakan teori urni dan logis karena masing-masing faktor produksi memperoleh pembayaran sesuai dengan konstribusinya terhadap pendapatan nasional,tidak kurang dan tidak lebih. Jadi, Setiap faktor industri akan memperoleh imbalan sesuai dengan distribusinya pada produksi nasional.



                  3. Menganalisis kebijakan distribusi pendapatan

            Masalah utama dalam distribusi pendapatan adalah terjadinya ketimpangan distribusi pendapatan. Hal ini bisa terjadi akibat perbedaan produktivitas yang dimiliki oleh setiap individu dimana satu individu/kelompok mempunyai produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan individu/kelompok lain, sehingga ketimpangan distribusi pendapatan tidak hanya terjadi di Indonesia saja tetapi juga terjadi di beberapa negara di dunia. Tidak meratanya distribusi pendapatan memicu terjadinya ketimpangan pendapatan yang merupakan awal dari munculnya masalah kemiskinan. Membiarkan kedua masalah tersebut berlarut-larut akan semakin memperparah keadaan, dan tidak jarang menimbulkan konsekuensi negatif terhadap kondisi sosisal dan politik.

            Ketimpangan distribusi pendapatan dan kemiskinan merupakan sebuah realita yang ada di tengah-tengah masyarakat dunia ini baik di negara maju maupun negara berkembang, Perbedaannya terletak pada proporsi tingkat ketimpangan dan angka kemiskinan yang terjadi, serta tingkat kesulitan mengatasinya yang dipengaruhi oleh luas wilayah dan jumlah penduduk suatu negara.

            Distribusi pendapatan nasional yang tidak merata, tidak akan menciptakan kemakmuran bagi masyarakat secara umum. Sistem distribusi yang tidak propoor hanya akan menciptakan kemakmuran bagi golongan tertentu saja, sehingga ini menjadi isu sangat penting dalam menyikapi angka kemiskinan hingga saat ini.

Distribusi pendapatan nasional adalah mencerminkan merata atau timpangnya pembagian hasil suatu negara di kalangan penduduknya (Dumairy, 1999)

Menurut Irma Adelma dan Cynthia Taft Morris (dalam Lincolin Arsyad, 1997) ada 8 hal yang menyebabkan ketimpangan distribusi di Negara Sedang Berkembang:
1.                  Pertumbuhan penduuduk yang tinggi yang mengakibatkan menurunnya pendapatan per kapita
2.                  Inflasi dimana pendapatan uang bertambah tetapi tidak diikuti secara proporsional dengan pertambahan produksi barang-barang
3.                  Ketidakmerataan pembangunan antar daerah
4.                  Investasi yang sangat banyak dalam proyek-proyek yang padat modal, sehingga persentase pendapatan modal kerja tambahan besar dibandingkan persentase pendapatan yang berasal dari kerja, sehingga pengangguran bertambah
5.                  Rendahnya mobilitas sosial
6.                  Pelaksanaan kebijakan industry substitusi impor yang mengakibatkan kenaikan harga-harga barang hasil industry untuk melindungi usaha-usaha golongan kapitalis
7.                  Memburuknya nilai tukar bagi NSB dalam perdagangan dengan Negara- Negara maju, sebagi akibat ketidak elastisan permintaan Negara-negara maju terhadap barang-barang ekspor NSB
8.                  Hancurnya industry kerajinan rakyat seperti pertukangan, industry rumah tangga, dan lain-lain



                 4. Menganalisis fakta kemiskinan menggunakan data dan           
                                               kebijakan

            Pendapatan per kapita penduduk Indonesia menembus angka US $ 18,000 atau sekitar Rp. 180.000.000,00 per tahun. Angka tersebut jauh di atas beberapa negara ASEAN lainnya seperti Malaysia yang hanya memiliki pendapatan per kapita penduduk US $ 6,220, atau Thailand dengan pendapatan per kapita penduduknya US $ 2,990. Rekor tersebut hampir menyamai Korea yang memiliki income per kapita penduduk US $ 20,000, meskipun masih jauh di bawah Jepang, Australia, dan Amerika yang memiliki pendapatan per kapita penduduk di atas US $ 30,000. Itulah topik terhangat yang dicatat di halaman surat kabar nasional pada tahun 2030. Itu pun hanya prediksi beberapa ahli yang mengabaikan peningkatan pendapatan beberapa negara lain di atas yang memang memiliki pendapatan per kapita seperti apa yang tertulis saat ini. Dengan berat hati kita harus mengakui bahwa pendapatan per kapita penduduk Indonesia hanya US $ 1,946 pada tahun 2008, jauh di bawah Jepang US $ 34,189, Amerika US $ 43,444, Australia US $ 50,000, dan Singapura US $ 29,320. Apa masyarakat Indonesia harus menunggu sampai tahun 2030? Dan apa mungkin di tahun 2030 prediksi itu benar-benar akan tercapai? Atau itu hanyalah mimpi indah belaka bagi rakyat Indonesia? Sampai sekarang masalah kemiskinan masih menjadi “hantu” yang menakutkan bagi sebagian besar rakyat Indonesia.
            
            Kemiskinan merupakan problematika kemanusiaan yang telah mendunia dan hingga kini masih menjadi isu sentral di belahan bumi manapun. Selain bersifat laten dan aktual, kemiskinan adalah penyakit sosial ekonomi yang tidak hanya dialami oleh Negara-negara berkembang melainkan negara maju sepeti inggris dan Amerika Serikat.
Negara inggris mengalami kemiskinan di penghujung tahun 1700-an pada era kebangkitan revolusi industri di Eropa. Sedangkan Amerika Serikat bahkan mengalami depresi dan resesi ekonomi pada tahun 1930-an dan baru setelah tiga puluh tahun kemudian Amerika Serikat tercatat sebagai Negara Adidaya dan terkaya di dunia. Pada kesempatan ini penyusun mencoba memaparkan secara global kemiskinan Negara-negara di dunia ketiga, yaitu Negara-negara berkembang yang nota-benenya ada di belahan benua Asia. Kemudian juga pemaparan secara spesifik mengenai kemiskinan di Negara Indonesia.        
            
 Adapun yang dimaksudkan Negara berkembang adalah Negara yang memiliki standar pendapatan rendah dengan infrastruktur yang relatif terbelakang dan minimnya indeks perkembangan manusia dengan norma secara global. Dalam hal ini kemiskinan tersebut meliputi sebagian negara-negara Timur-Tengah, Asia selatan, Asia tenggara dan negara-negara pinggiran benua Asia.
             Ada dua kondisi yang menyebabkan kemiskinan bisa terjadi, yaitu kemiskinan alami dan kemiskinan buatan. kemiskinan alami terjadi akibat sumber daya alam (SDA) yang terbatas, penggunaan teknologi yang rendah dan bencana alam. Kemiskinan Buatan diakibatkan oleh imbas dari para birokrat kurang berkompeten dalam penguasaan ekonomi dan berbagai fasilitas yang tersedia, sehingga mengakibatkan susahnya untuk keluar dari kemelut kemiskinan tersebut. Dampaknya, para ekonom selalu gencar mengkritik kebijakan pembangunan yang mengedepankan pertumbuhan ketimbang dari pemerataan.

Pembahasan Kemiskinan sebagai suatu penyakit sosial ekonomi tidak hanya dialami oleh negara-negara yang sedang berkembang, tetapi juga negara-negara maju, seperti Inggris dan Amerika Serikat. Negara Inggris mengalami kemiskinan di penghujung tahun 1700-an pada era kebangkitan revolusi industri yang muncul di Eropa. Pada masa itu kaum miskin di Inggris berasal dari tenaga-tenaga kerja pabrik yang sebelumnya sebagai petani yang mendapatkan upah rendah, sehingga kemampuan daya belinya juga rendah. Mereka umumnya tinggal di permukiman kumuh yang rawan terhadap penyakit sosial lainnya, seperti prostitusi, kriminalitas, pengangguran.
            
 Beberapa faktor yang mempengaruhi kemerosotan standar perkembangan pendapatan per-kapita:
a) Naiknya standar perkembangan suatu daerah.
b) Politik ekonomi yang tidak sehat.
c) Faktor-faktor luar negeri, diantaranya: - Rusaknya syarat-syarat perdagangan - Beban hutang - Kurangnya bantuan luar negeri, dan Menurunnya etos kerja dan produktivitas masyarakat.
            
 Indonesia berada pada Tier Medium Human Development peringkat ke 110, terburuk di Asia Tenggara setelah Kamboja. Jumlah kemiskinan dan persentase penduduk miskin selalu berfluktuasi dari tahun ke tahun, meskipun ada kecenderungan menurun pada salah satu periode (2000-2005).
            
 Pada periode 1996-1999 penduduk miskin meningkat sebesar 13,96 juta, yaitu dari 34,01 juta(17,47%) menjadi 47,97 juta (23,43%) pada tahun 1999. Kembali cerah ketika periode 1999-2002, penduduk miskin menurun 9,57 juta yaitu dari 47,97 (23,43%) menurun menjadi 38,48 juta (18,20%). Keadaan ini terulang ketika periode berikutnya (2002-2005) yaitu penurunan penduduk miskin hingga 35,10 juta pada tahun 2005 dengan presentasi menurun dari 18,20% menjadi 15,97 %. Sedangkan pada tahun 2006 penduduk miskin bertambah dari 35,10 juta (15,97%) menjadi 39,05 juta (17,75%) berarti penduduk miskin meningkat sebesar 3,95 juta (1,78%).

kehidupan masyarakat Indonesia meskipun kaya akan Sumber Daya Alam (SDA). Sebagaimana yang ditunjukkan oleh rendahnya Indeks Pembangunan Masyarakat (IPM) Indonesia pada tahun 2002 sebesar 0,692 yang masih menempati peringkat lebih rendah dari Malaysia dan Thailand di antara negara-negara ASEAN. Sementara, Indeks Kemiskinan Manusia (IKM) Indonesia pada tahun yang sama sebesar 0,178 masih lebih tinggi dari Filipina dan Thailand. Selain itu, kesenjangan gender di Indonesia masih relatif lebih besar dibanding negara ASEAN lainnya. Tantangan lainnya adalah kesenjangan antara desa dan kota. Proporsi penduduk miskin di pedesaan relatif lebih tinggi dibanding perkotaan. Data Susenas (National Social Ekonomi Survey) 2004 menunjukkan bahwa sekitar 69,0 % penduduk Indonesia termasuk penduduk miskin yang sebagian besar bekerja di sektor pertanian.

Selain itu juga tantangan yang sangat memilukan adalah kemiskinan di alami oleh kaum perempuan yang ditunjukkan oleh rendahnya kualitas hidup dan peranan wanita, terjadinya tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak, serta masih rendahnya angka pembangunan gender (Genderrelated Development Indeks, GDI) dan angka Indeks pemberdayaan Gender(Gender Empowerment Measurement,GEM).

Akan tetapi ketika pemerintah daerah kurang peka terhadap keadaan lingkungan sekitar, hal ini sangat berpotensi sekali untuk membawa masyarakat ke jurang kemiskinan, serta bisa menimbulkan bahaya besar dalam skala Nasional. Kebijakan dan Program Penuntasan Kemiskinan Upaya penanggulangan kemiskinan Indonesia telah dilakukan dan menempatkan penanggulangan kemiskinan sebagai prioritas utama.


Daftar Pustaka

http://ekonomikelasx.blogspot.com/2012/02/indikator-ketimpangan-distribusi.html
http://sosialsosial-ips1.blogspot.com/2011/10/distribusi-pendapatan-nasional.html
http://filzanadhila.blogspot.com/2011/02/distribusi-pendapatan-nasional.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar