Bab 1
1.
Kemiskinan dengan menggunakan indeks serta pendapatan distribusi
pendapatan
Secara
empiris, Booth (2000) dalam penelitiannya telah menginventarisir data
kemiskinan di Indonesia. Berkisar pada tahun 1976-1981 menunjukkan bahwa telah
terjadi penurunan tingkat kemiskinan di daerah perkotaan dan pedesaan, dengan
kecenderungan angka-angka di bawah garis kemiskinan yang turun lebih tajam
di daerah pedesaan. Tahun 1981 diperkirakan terdapat 40,6
juta orang Indonesia di bawah garis kemiskinan, yakni 31,3 juta
orang diantaranya berada di wilayah perdesaan, dan 9,3 juta sisanya berada di
wilayah perkotaan.
Secara
etimologis, “kemiskinan” berasal dari kata “miskin” yang artinya tidak berharta
benda dan dalam keadaan yang serba kekurangan. Departemen Sosial dan Badan
Pusat Statistik mendefinisikan kemiskinan dari perspektif kebutuhan dasar. Oleh
karena itu, kemiskinan didefinisikan sebagai ketidak mampuan individu dalam
memenuhi kebutuhan dasar minimal untuk hidup layak (BPSdan Depsos, 2002).
Bahkan dapat disebutkan bahwa kemiskinan merupakan sebuah kondisi yang berada
dibawah garis nilai standar kebutuhan minimum, baik untuk makanan
dan non-makanan yang disebut garis kemiskinan (poverty line) atau batas
kemiskinan (poverty treshold).
Frank
Ellis (dalam Suharto, 2005) menyatakan bahwa kemiskinan memiliki berbagai
dimensi yang menyangkut aspek ekonomi, politik, dan sosial-psikologis. Secara
ekonomi, kemiskinan dapat disefinisikan sebagai kekurangan sumber daya yang
dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan meningkatkan kesejahteraan
sekelompok orang. Dalam hal ini tentu sumber daya tidak hanya menyangkut
masalah finansial saja, tapi juga meliputi semua jenis kekayaan
(wealth) yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam arti luas.
Berdasarkan hal tersebut, kemiskinan dapat diukur secara langsung dengan
menetapkan persediaan sumber daya yang dimiliki melalui penggunaan standar baku
yang dikenal dengan garis kemiskinan (poverty line).
Konsep
kemiskinan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan
relatif. David Harry Penny (1990:140) mendefinisikan kemiskinan absolut dalam
kaitannya dengan suatu sumber-sumber materi, yang dibawahnya tidak ada
kemungkinan kehidupan berlanjut; dengan kata lain hal ini adalah tingkat
kelaparan. Sedangkan kemiskinan relatif adalah perhitungan kemiskinan yang
didasarkan pada proporsi distribusi pendapatan dalam suatu negara. World Bank
(BPS dalam Haryati, 2003:95) menyusun ukuran kemiskinan relatif yang sekaligus
digunakan untuk mengukur tingkat pemerataan, yaitu dengan membagi penduduk
menjadi tiga kelompok: (1) kelompok 40% penduduk berpendapatan rendah, 40%
penduduk berpendapatan menengah dan 20% penduduk berpendapatan tinggi.
Menentukan
ukuran kemiskinan bukanlah hal yang mudah. Kesulitannya bukan hanya pada
indikator apa yang akan digunakan, tapi juga bagaimana menggunakan indikator
tersebut pada suatu individu, keluarga, kelompok orang atau masyarakat. Untuk
mempermudah dalam mengukur kemiskinan tersebut, kemudian muncul konsep poverty
line (garis kemiskinan).
Dalam
memerangi kemiskinan diperlukan strategi yang tepat dan akurat, sehingga
dibutuhkan intervensi-intervensi pemerintah yang sesuai dengan sasaran yang
dapat dibagi menurut waktu, yaitu jangka pendek, jangka menengah dan jangka
panjang. Intervensi jangka pendek merupakan yang terutama dari pembangunan
sektor pertanian, usaha kecil, dan ekonomi pedesaan. Hal ini penting mengingat
akan fakta yang ada bahwa di satu pihak, hingga saat ini sebagian besar wilayah
Indonesia masih pedesaan dan sebagian penduduk Indonesia. Kebijakan lembaga
dunia mencakup World Bank, ADB, UNDP, ILO, dan sebagainya mengeluarkan
kebijakan untuk memerangi kemiskinan, melalui:
a) Pertumbuhan ekonomi yang luas dan menciptakan lapangan
kerja yang padat karya.
b) Pengembangan SDM.
c) Membuat jaringan pengaman sosial bagi penduduk miskin yang
tidak mampu memperoleh dan menikmati pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja
serta pengembangan SDM sebagai akibat dari cacat fisik dan mental, bencana,
konflik sosial atau wilayah yang terisolasi.
World bank (2000) memberikan metode baru dalam memerangi
kemiskinan dengan 3 pilar:
a. Pemberdayaan yaitu proses peningkatan
kapasitas penduduk miskin untuk mempengaruhi lembaga-lembaga pemerintah yang
mempengaruhi kehidupan mereka dengan memperkuat partisipasi mereka dalam proses
politik dan pengambilan keputusan tingkat lokal.
b. Keamanan yaitu proteksi bagi orang miskin
terhadap goncangan yang merugikan melalui manajemen yang lebih baik dalam
menangani goncangan ekonomi makro dan jaringan pengaman yang lebih
komprehensif.
c. Kesempatan yaitu proses peningkatan akses kaum
miskin terhadap modal fisik dan modal manusia dan peningkatan tingkat
pengembalian dari asset asset tersebut.
Pemerintah lebih baik memberikan program dalam bentuk
pemberdayaan yang melibatkan peran serta seluruh masyarakat. Program-program
pengentasan kemiskinan mendatang sebaiknya dikembangkan dengan model
pembangunan komunitas/ community development yang melibatkan turut serta aktif
masyarakat. Dengan comdev yang merupakan program pemberdayaan, masyarakat
miskin diberikan akses yang luas untuk meningkatkan kualitas hidupnya menjadi
lebih baik.
Kebijakan yang tepat dan sistematis dalam pengentasan
kemiskinan dalam bentuk program-progran pemberdayaan masyarakat lebih efektif
dalam menurunkan jumlah orang miskin di negeri ini hal ini sudah terbukti di
negara-negara seperti Cina dan India. Analoginya sederhana kita bukan
memberikan ikan tetapi pancingannya dan membina mereka bagaimana cara memancing
ikan yang benar. Hal itulah yang harus dilakukan oleh pemerintah kita, karena
jika rakyat terbiasa diberi ikan, lama-kelamaan akan muncil budaya malas.
2. Menganalisis distribusi fungsional
Distribusi
pendapatan fungsional ini menjelaskan tentang proporsi dari pendapatan yang
diterima oleh tiap faktor produksi. Kurva penawaran dan permintaan digunakan
untuk menentukan harga-harga dari masing-masing faktor produksi.
Dalam
suatu pasar persaingan dengan fungsi produksi yang bersifat constant
returns to scale,harga-harga faktor produksi ditentukan oleh kurva
penawaran dan permintaan faktor produksi tersebut. Pendapatan didistribusikan
menurut 'fungsi' yaitu tenaga kerja menerima upah,pemilik tanah menerima
sewa,dan kaum kapitalis menerima keuntungan (laba). Hal ini merupakan teori
urni dan logis karena masing-masing faktor produksi memperoleh pembayaran
sesuai dengan konstribusinya terhadap pendapatan nasional,tidak kurang dan
tidak lebih. Jadi, Setiap faktor industri akan memperoleh imbalan sesuai dengan
distribusinya pada produksi nasional.
3. Menganalisis kebijakan distribusi pendapatan
Masalah
utama dalam distribusi pendapatan adalah terjadinya ketimpangan distribusi
pendapatan. Hal ini bisa terjadi akibat perbedaan produktivitas yang dimiliki
oleh setiap individu dimana satu individu/kelompok mempunyai produktivitas yang
lebih tinggi dibandingkan individu/kelompok lain, sehingga ketimpangan
distribusi pendapatan tidak hanya terjadi di Indonesia saja tetapi juga terjadi
di beberapa negara di dunia. Tidak meratanya distribusi pendapatan memicu
terjadinya ketimpangan pendapatan yang merupakan awal dari munculnya masalah
kemiskinan. Membiarkan kedua masalah tersebut berlarut-larut akan semakin
memperparah keadaan, dan tidak jarang menimbulkan konsekuensi negatif terhadap
kondisi sosisal dan politik.
Ketimpangan
distribusi pendapatan dan kemiskinan merupakan sebuah realita yang ada di
tengah-tengah masyarakat dunia ini baik di negara maju maupun negara
berkembang, Perbedaannya terletak pada proporsi tingkat ketimpangan dan angka
kemiskinan yang terjadi, serta tingkat kesulitan mengatasinya yang dipengaruhi
oleh luas wilayah dan jumlah penduduk suatu negara.
Distribusi
pendapatan nasional yang tidak merata, tidak akan menciptakan kemakmuran bagi
masyarakat secara umum. Sistem distribusi yang tidak propoor hanya akan
menciptakan kemakmuran bagi golongan tertentu saja, sehingga ini menjadi isu
sangat penting dalam menyikapi angka kemiskinan hingga saat ini.
Distribusi pendapatan nasional adalah mencerminkan merata
atau timpangnya pembagian hasil suatu negara di kalangan penduduknya (Dumairy,
1999)
Menurut Irma Adelma dan Cynthia Taft Morris (dalam Lincolin
Arsyad, 1997) ada 8 hal yang menyebabkan ketimpangan distribusi di Negara
Sedang Berkembang:
1. Pertumbuhan
penduuduk yang tinggi yang mengakibatkan menurunnya pendapatan per kapita
2. Inflasi
dimana pendapatan uang bertambah tetapi tidak diikuti secara proporsional
dengan pertambahan produksi barang-barang
3. Ketidakmerataan
pembangunan antar daerah
4. Investasi
yang sangat banyak dalam proyek-proyek yang padat modal, sehingga persentase
pendapatan modal kerja tambahan besar dibandingkan persentase pendapatan yang
berasal dari kerja, sehingga pengangguran bertambah
5. Rendahnya
mobilitas sosial
6. Pelaksanaan
kebijakan industry substitusi impor yang mengakibatkan kenaikan harga-harga
barang hasil industry untuk melindungi usaha-usaha golongan kapitalis
7. Memburuknya
nilai tukar bagi NSB dalam perdagangan dengan Negara- Negara maju, sebagi
akibat ketidak elastisan permintaan Negara-negara maju terhadap barang-barang
ekspor NSB
8. Hancurnya
industry kerajinan rakyat seperti pertukangan, industry rumah tangga, dan
lain-lain
4. Menganalisis fakta kemiskinan menggunakan data dan
kebijakan
Pendapatan
per kapita penduduk Indonesia menembus angka US $ 18,000 atau sekitar Rp.
180.000.000,00 per tahun. Angka tersebut jauh di atas beberapa negara ASEAN
lainnya seperti Malaysia yang hanya memiliki pendapatan per kapita penduduk US
$ 6,220, atau Thailand dengan pendapatan per kapita penduduknya US $ 2,990.
Rekor tersebut hampir menyamai Korea yang memiliki income per kapita penduduk
US $ 20,000, meskipun masih jauh di bawah Jepang, Australia, dan Amerika yang
memiliki pendapatan per kapita penduduk di atas US $ 30,000. Itulah topik
terhangat yang dicatat di halaman surat kabar nasional pada tahun 2030. Itu pun
hanya prediksi beberapa ahli yang mengabaikan peningkatan pendapatan beberapa
negara lain di atas yang memang memiliki pendapatan per kapita seperti apa yang
tertulis saat ini. Dengan berat hati kita harus mengakui bahwa pendapatan per
kapita penduduk Indonesia hanya US $ 1,946 pada tahun 2008, jauh di bawah
Jepang US $ 34,189, Amerika US $ 43,444, Australia US $ 50,000, dan Singapura
US $ 29,320. Apa masyarakat Indonesia harus menunggu sampai tahun 2030? Dan apa
mungkin di tahun 2030 prediksi itu benar-benar akan tercapai? Atau itu hanyalah
mimpi indah belaka bagi rakyat Indonesia? Sampai sekarang masalah kemiskinan
masih menjadi “hantu” yang menakutkan bagi sebagian besar rakyat Indonesia.
Kemiskinan
merupakan problematika kemanusiaan yang telah mendunia dan hingga kini masih
menjadi isu sentral di belahan bumi manapun. Selain bersifat laten dan aktual,
kemiskinan adalah penyakit sosial ekonomi yang tidak hanya dialami oleh
Negara-negara berkembang melainkan negara maju sepeti inggris dan Amerika
Serikat.
Negara inggris mengalami kemiskinan di penghujung tahun
1700-an pada era kebangkitan revolusi industri di Eropa. Sedangkan Amerika
Serikat bahkan mengalami depresi dan resesi ekonomi pada tahun 1930-an dan baru
setelah tiga puluh tahun kemudian Amerika Serikat tercatat sebagai Negara
Adidaya dan terkaya di dunia. Pada kesempatan ini penyusun mencoba memaparkan
secara global kemiskinan Negara-negara di dunia ketiga, yaitu Negara-negara
berkembang yang nota-benenya ada di belahan benua Asia. Kemudian juga pemaparan
secara spesifik mengenai kemiskinan di Negara Indonesia.
Adapun yang dimaksudkan Negara berkembang adalah Negara
yang memiliki standar pendapatan rendah dengan infrastruktur yang relatif
terbelakang dan minimnya indeks perkembangan manusia dengan norma secara
global. Dalam hal ini kemiskinan tersebut meliputi sebagian negara-negara
Timur-Tengah, Asia selatan, Asia tenggara dan negara-negara pinggiran benua
Asia.
Ada
dua kondisi yang menyebabkan kemiskinan bisa terjadi, yaitu kemiskinan alami
dan kemiskinan buatan. kemiskinan alami terjadi akibat sumber daya alam (SDA)
yang terbatas, penggunaan teknologi yang rendah dan bencana alam. Kemiskinan
Buatan diakibatkan oleh imbas dari para birokrat kurang berkompeten dalam
penguasaan ekonomi dan berbagai fasilitas yang tersedia, sehingga mengakibatkan
susahnya untuk keluar dari kemelut kemiskinan tersebut. Dampaknya, para ekonom
selalu gencar mengkritik kebijakan pembangunan yang mengedepankan pertumbuhan
ketimbang dari pemerataan.
Pembahasan Kemiskinan sebagai suatu penyakit sosial ekonomi
tidak hanya dialami oleh negara-negara yang sedang berkembang, tetapi juga
negara-negara maju, seperti Inggris dan Amerika Serikat. Negara Inggris
mengalami kemiskinan di penghujung tahun 1700-an pada era kebangkitan revolusi
industri yang muncul di Eropa. Pada masa itu kaum miskin di Inggris berasal
dari tenaga-tenaga kerja pabrik yang sebelumnya sebagai petani yang mendapatkan
upah rendah, sehingga kemampuan daya belinya juga rendah. Mereka umumnya
tinggal di permukiman kumuh yang rawan terhadap penyakit sosial lainnya,
seperti prostitusi, kriminalitas, pengangguran.
Beberapa faktor yang mempengaruhi kemerosotan standar
perkembangan pendapatan per-kapita:
a) Naiknya standar perkembangan suatu daerah.
b) Politik ekonomi yang tidak sehat.
c) Faktor-faktor luar negeri, diantaranya: - Rusaknya
syarat-syarat perdagangan - Beban hutang - Kurangnya bantuan luar negeri, dan
Menurunnya etos kerja dan produktivitas masyarakat.
Indonesia berada pada Tier Medium Human Development
peringkat ke 110, terburuk di Asia Tenggara setelah Kamboja. Jumlah kemiskinan
dan persentase penduduk miskin selalu berfluktuasi dari tahun ke tahun,
meskipun ada kecenderungan menurun pada salah satu periode (2000-2005).
Pada periode 1996-1999 penduduk miskin meningkat
sebesar 13,96 juta, yaitu dari 34,01 juta(17,47%) menjadi 47,97 juta (23,43%)
pada tahun 1999. Kembali cerah ketika periode 1999-2002, penduduk miskin
menurun 9,57 juta yaitu dari 47,97 (23,43%) menurun menjadi 38,48 juta
(18,20%). Keadaan ini terulang ketika periode berikutnya (2002-2005) yaitu
penurunan penduduk miskin hingga 35,10 juta pada tahun 2005 dengan presentasi
menurun dari 18,20% menjadi 15,97 %. Sedangkan pada tahun 2006 penduduk miskin
bertambah dari 35,10 juta (15,97%) menjadi 39,05 juta (17,75%) berarti penduduk
miskin meningkat sebesar 3,95 juta (1,78%).
kehidupan masyarakat Indonesia meskipun kaya akan Sumber Daya
Alam (SDA). Sebagaimana yang ditunjukkan oleh rendahnya Indeks Pembangunan
Masyarakat (IPM) Indonesia pada tahun 2002 sebesar 0,692 yang masih menempati
peringkat lebih rendah dari Malaysia dan Thailand di antara negara-negara ASEAN.
Sementara, Indeks Kemiskinan Manusia (IKM) Indonesia pada tahun yang sama
sebesar 0,178 masih lebih tinggi dari Filipina dan Thailand. Selain itu,
kesenjangan gender di Indonesia masih relatif lebih besar dibanding negara
ASEAN lainnya. Tantangan lainnya adalah kesenjangan antara desa dan kota.
Proporsi penduduk miskin di pedesaan relatif lebih tinggi dibanding perkotaan.
Data Susenas (National Social Ekonomi Survey) 2004 menunjukkan bahwa sekitar
69,0 % penduduk Indonesia termasuk penduduk miskin yang sebagian besar bekerja
di sektor pertanian.
Selain itu juga tantangan yang sangat memilukan adalah
kemiskinan di alami oleh kaum perempuan yang ditunjukkan oleh rendahnya
kualitas hidup dan peranan wanita, terjadinya tindak kekerasan terhadap
perempuan dan anak, serta masih rendahnya angka pembangunan gender
(Genderrelated Development Indeks, GDI) dan angka Indeks pemberdayaan
Gender(Gender Empowerment Measurement,GEM).
Akan tetapi ketika pemerintah daerah kurang peka terhadap
keadaan lingkungan sekitar, hal ini sangat berpotensi sekali untuk membawa
masyarakat ke jurang kemiskinan, serta bisa menimbulkan bahaya besar dalam
skala Nasional. Kebijakan dan Program Penuntasan Kemiskinan Upaya
penanggulangan kemiskinan Indonesia telah dilakukan dan menempatkan
penanggulangan kemiskinan sebagai prioritas utama.
Daftar Pustaka
http://kumpulantugasmakalahekonomi.blogspot.com/2013/03/makalah-ekonomi-pembangunan-ketimpangan.html
http://ekonomikelasx.blogspot.com/2012/02/indikator-ketimpangan-distribusi.html
http://sosialsosial-ips1.blogspot.com/2011/10/distribusi-pendapatan-nasional.html
http://filzanadhila.blogspot.com/2011/02/distribusi-pendapatan-nasional.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar